Minggu, 29 Januari 2012

::: Sedangkan qona’ah itu tidak tampak di mata :::


Oleh :Rizqa Fadliani Yusuf


Berharap sebuah sosok yang ideal memang tak ada salahnya, bahkan mungkin menjadi hal yang sangat perlu untuk sebagian orang, tapi pada kenyataannya, realitas di lapangan akan membukakan mata dan hati kita bahwa untuk mendapatkan sosok ideal itu bukan suatu pekerjaan yang mudah, karena pencaharian kita itu untuk sebuah pencapaian tergapainya sosok itu akan kembali ke kita sendiri dengan bentuk sebuah pertanyaan, “ Apakah kita sudah menjadi sosok yang di anggap orang banyak ideal...???


Yang jelas,nggak usah Muluk-Muluk cari yang cantik, karena yang cantik seperti bintang di langit...

Mungkin dia mudah di temukan,bahkan di gelap malam,tapi sadarilah dia tak mudah di jangkau tangan....

Ketika itu pun kau mungkin melihatnya berkilauan,tetapi sadarilah ketika siang dia kan menghilang...

Hakikinya, Istri sholihah dia lah yang qona’ah, yang tahu hari tak selalu cerah tapi dia tak berubah..

Istri yang sholihah itu tidak harus kaya, kalau pun kaya Alhamdulillah,

Dia juga tidak harus cantik, kalau pun cantik itu Hadiah...

Istri yang sholihah itu adalah yang Qonaah, yang siangnya berada di rumah, keluar rumah hanya bersma suaminya

Dia tahu bahan makanan tlah mengalami kenaikan harga, dan tidak menyusahkan suaminya dengan segala tuntutannya...

Andai saja mereka tahu bahwa istri yang hebat dan bijak itu hanya ada pada istri yang sholihah.dia lah yang qonaah..

Andai saja mereka tahu bahwa istri yang hebat dan bijak itu hanya ada pada istri yang sholihah...

Dia lah yang qonaah,yang sanggup hidup dalam keadaan apapun yang di berikan suaminya kepadanya..

Dia akan merasa cukup atas apa yang ada,dan akan bersykur atas kehidupan yang menyenangkan seperti dia akan bersabar atas kehidupan yang menyusahkan.


Rasulullah Shalallahualaihi wassalam bersabda: “Jangan kalian menikahi wanita karena kecantikannya semata, boleh jadi kecantikannya itu akan membawa kehancuran. Dan janganlah kalian menikahi wanita karena kekayaan semata, boleh jadi kekayaannya itu akan menyebabkan kesombongan. Tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sesunggunya budak wanita yang hitam lagi cacat, tetapi taat beragama adalah lebih baik (daripada wanita kaya dan cantik tapi tidak beragama).” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

Wanita shalehah adalah wanita yang tahu hak dan kewajibannya sebagai istri, wanita yang membuat suami merasa aman ketika ditinggalkan karena bisa menjaga diri dan kehormatannya, wanita yang siap berkorban jiwa dan raga demi kebahagian bersama dunia dan akhirat, wanita yang setia mendampingi perjuangan suami dalam suka dan duka, tawa dan air mata, wanita yang mau menjadi ibu bagi mujahid dan mujahidah-Nya (jundullah), dan wanita yang mau dikoreksi, belajar dan diislah kalau khilaf.

Hadits Rasulullah Shalallahualaihi wassalam. “Tiga kunci kebahagiaan bagi seorang laki-laki, adalah ISTRI SHALEHAH yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu, KENDARAAN yang BAIK yang bisa mengantar kemana kamu pergi dan RUMAH yang DAMAI yang penuh kasih sayang.

 Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah;  istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya juga tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga kehormatan diri dan hartamu, Kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu lelah namun jika ditinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi dan Rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.

Di riwayat lain, beliau Shalallahualaihi wassalam bersabda: ”Akan lebih sempurna ketakwaan bagi seorang muslim, jika ia mempunyai seorang istri shalehah, jika diperintah suaminya dia patuh, jika dipandang membuat suaminya merasa senang, jika suaminya bersumpah membuatnya merasa adil, jika suaminya pergi ia akan menjaga dirinya dan harta suaminnya.”

INGAT...! “Barangsiapa menikahi wanita karena kehormatannya (jabatannya), maka Allah hanya akan menambahkan kehinaan. Barangsiapa yang menikahi wanita karena hartanya, maka Allah tidak akan menambah kecuali kefakirannya. Barangsiapa yang menikahi wanita karena nasabnya (kemuliaannya), maka Allah hanya akan menambahkan kerendahan. Dan barangsiapa yang menikahi wanita karena ingin menutupi (kehormatan) matanya, membentengi farjinya, dan mempererat tali silaturrahmi, maka Allah akan menambahkan barakah-Nya kepada (suami) dan istrinya (dalam kehidupan keluarganya).” (HR. Thabrani).

Wallahu musta’an...

Jkt, 20 September 2010

water birth...

Water Birth, Metode Melahirkan Tanpa Rasa Sakit


TRIBUNNEWS.COM - BERBAGAI metode melahirkan kini bisa dipilih para ibu dan calon ibu, mulai melahirkan secara normal, operasi sesar, hingga kini yang sedang tren, water birth. Semua metode itu bisa dipilih sesuai dengan keinginan dan tentu saja kondisi kesehatan si calon ibu.

Melahirkan memang merupakan momen penting bagi seorang wanita. Namun ada banyak wanita yang sangat bahagia ketika hamil, tapi takut untuk melahirkan. Tapi, wanita kini dapat melahirkan tanpa rasa sakit, bahkan penuh dengan kenyamanan.

Metode itu dikenal dengan nama water birth atau melahirkan dalam air. Metode ini mampu membuat si ibu rileks sehingga rasa sakit dan ketidaknyamanan akibat kontraksi dapat berkurang.

Melani Sastra (25) adalah satu dari banyak ibu yang melahirkan tanpa rasa sakit dengan metode ini. Ibu beranak satu ini mengaku sudah lama tahu mengenai water birth, tapi baru benar-benar mencari tahu ketika ia mengandung.

"Ketika akan melahirkan, dari bukaan 2 sampai bukaan 6 itu rasanya sakit sekali. Sampai nangis- nangis. Tapi setelah masuk ke air, rasa sakit itu berkurang," ujar wanita yang kini menetap di Brisbane, Australia, ini.
Sejak 9 Desember 2011, metode persalinan water birth sudah dapat dilakukan di Bandung. Galenia Mom & Child Center-lah yang menjadi tempat water birth pertama dan satu-satunya di Bandung untuk saat ini.
Meski terbilang baru, klinik yang berlokasi di Jalan Badak Singa No 8 ini sudah berhasil menarik perhatian banyak calon ibu yang berasal dari Bandung dan luar Bandung. Bahkan menurut dr Aviasti Pratiwi Andayani, Direktur Medis Galenia Mom & Child Center, sudah ada calon ibu yang booking hingga bulan Agustus. Itu membuktikan water birth ini sedang digandrungi.

Water birth sudah menjadi bagian dari gaya hidup wanita masa kini. Water birth ternyata bukan sekadar metode persalinan. Banyak juga manfaat water birth ini baik untuk bayi maupun untuk sang ibu.
Metode ini dapat menurunkan risiko cedera kepala bayi, meminimalkan trauma persalinan, dan meningkatkan peredaran darah pada bayi. Untuk sang ibu, metode ini punya lebih banyak lagi manfaat.

Si ibu akan merasa lebih rileks karena semua otot yang berkaitan dengan proses persalinan menjadi elastis. Proses mengejan pun akan lebih mudah sehingga rasa nyeri tidak akan terlalu terasa. Dengan metode ini pun, proses bukaan jalan lahir akan berlangsung lebih cepat.

Pada proses water birth, si ibu yang sudah mengalami pembukaan delapan akan ditempatkan di kolam karet berdiameter 1,5 meter yang telah berisi air hangat yang suhunya sudah disesuaikan dengan suhu tubuh ibu sehingga ketika bayi terlahir proses transisi ke dunia baru pun akan lebih lembut.

Setelah sekitar 3-5 detik bayi "berenang", bayi langsung diangkat dan diberikan ke ibunya untuk inisiasi menyusui dini (IMD) dalam pelukan ibu. "Bayi tidak akan dipisahkan dari sang bunda sehingga tercipta bonding (ikatan) antara ibu dan anak sejak dini," ujar dr Avi. (*)

Kamis, 26 Januari 2012

Cinta Sejati-qu...




Derap langkah
tebaran debu mengikuti kaki
mengiringi sepanjang jalan
apa kemarau sdh tiba ?

Terik sengat matahari
keringat telah bercucuran
basah seluruh badan
namun….
bibir kering
Kuhampiri sepotong kayu
duduk menatap langit
teringat wajah mu sayang
betapa perih hati ku
Ketika jiwa ku terbuai
engkau berlari...

saat ku mengungkapkan cinta sejati ku
engkau menghindar dan menghilang
Namun kukejar diri mu
hanya bayangan yg ku dapat...

Biarlah……
ku menyendiri tanpa mu
walau hatiku hancur
saat ini aku pasrah
Cuma harapan ku suatu saat
ketika terbangun
engkau telah di sisiku
karena dirimu cinta sejati ku

I love Ummie...

Puisi ini bersumber dari : http://www.gudangpuisi.com/

Rabu, 25 Januari 2012

Hadits Arba'in 19 Mintalah Pertolongan Kepada Allah...


عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ : يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ

[رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً].


Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : Suatu saat saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah, niscaya dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.

(Riwayat Turmuzi dan dia berkata : Haditsnya hasan shahih). Dalam sebuah riwayat selain Turmuzi dikatakan : Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya didepanmu. Kenalilah Allah di waktu senggang niscaya Dia akan mengenalmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidaklah akan menimpamu dan apa yang ditetapkan akan menimpamu tidak akan luput darimu, ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran dan kemudahan bersama kesulitan dan kesulitan bersama kemudahan).


Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث  :

1. Perhatian Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam mengarahkan umatnya serta menyiapkan generasi mu’min idaman.

2. Termasuk adab pengajaran adalah menarik perhatian pelajar agar timbul keinginannya terhadap pengetahuan sehingga hal tersebut lebih terkesan dalam dirinya.

3. Siapa yang konsekwen melaksanakan perintah-perintah Allah, nicsaya Allah akan menjaganya di dunia dan akhirat.

4. Beramal shalih serta melaksanakan perintah Allah dapat menolak bencana dan mengeluarkan seseorang dari kesulitan.

5. Tidak mengarahkan permintaan apapun (yang tidak dapat dilakukan makhluk) selain kepada Allah semata.

6. Manusia tidak akan mengalami musibah kecuali berdasarkan ketetapan Allah ta’ala .

7. Menghormati waktu dan menggunakannya kepada sesuatu yang bermanfaat sebagaimana Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam memanfaatkan waktunya saat beliau berkendaraan.

Kisah Sang Pemburu Cinta



عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِى ، وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لِعَبَّاسٍ « يَا عَبَّاسُ أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ ، وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا » . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لَوْ رَاجَعْتِهِ » . قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِى قَالَ « إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ » . قَالَتْ لاَ حَاجَةَ لِى فِيهِ

Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas sesungguhnya suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Aku ingat bagaimana Mughits mengikuti Barirah kemana dia pergi sambil menangis (karena mengharapkan cinta Barirah, pent). Air matanya mengalir membasahi jenggotnya. Nabi bersabda kepada pamannya, Abbas, “Wahai Abbas, tidakkah engkau heran betapa besar rasa cinta Mughits kepada Barirah namun betapa besar pula kebencian Barirah kepada Mughits.” Nabi bersabda kepada Barirah, “Andai engkau mau kembali kepada Mughits?!” Barirah mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkanku?” Nabi bersabda, “Aku hanya ingin menjadi perantara.” Barirah mengatakan, “Aku sudah tidak lagi membutuhkannya” (HR. Bukhari no. 5283)

فَأَعْتَقْتُهَا ، فَدَعَاهَا النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فَخَيَّرَهَا مِنْ زَوْجِهَا فَقَالَتْ لَوْ أَعْطَانِى كَذَا وَكَذَا مَا ثَبَتُّ عِنْدَهُ . فَاخْتَارَتْ نَفْسَهَا

“Setelah membeli seorang budak bernama Barirah, Aisyah memerdekannya. Setelah merdeka, Nabi memanggil Barirah lalu memberikan hak pilih kepada Barirah antara tetap menjadi istri Mughits atau berpisah dari suaminya yang masih berstatus budak.

Barirah mengatakan, “Walau Mughits memberiku sekian banyak harta aku tidak mau menjadi isterinya”. Barirah memilih untuk tidak lagi bersama suaminya.” (HR. Bukhari no. 2536 dari Aisyah).

Dua hadits di atas mengisahkan seorang budak wanita yang bernama Barirah. Semasa dia menjadi budak, dia memiliki seorang suami yang juga seorang budak. Jadi suami istri adalah sama-sama budak. Suatu ketika pada tahun sembilan atau sepuluh Hijriyah, Aisyah membeli Barirah dari pemiliknya. Setelah menjadi miliknya, Aisyah memerdekakan Barirah dari perbudakan dan ketika itu suami Barirah yaitu Mughits masih berstatus sebagai budak. Jika seorang budak wanita yang memiliki suami itu merdeka maka dia memiliki hak pilih antara tetap menjadi istri dari suami yang masih berstatus sebagai budak ataukah berpisah dari suami yang lama untuk mencari suami yang baru. Oleh karena itu setelah merdeka, Nabi memanggil Barirah dan menyampaikan adanya hak ini kepadanya. Ternyata Barirah memilih untuk berpisah dari suaminya. Selama rentang waktu untuk memilih inilah, Mughits selalu membuntuti kemana saja Barirah pergi. Mughits berjalan di belakang Barirah sambil berurai air mata bahkan air mata pun sampai membasahi jenggotnya karena demikian derasnya air mata tersebut keluar. Ini semua dia lakukan dalam rangka mengharap iba dan belas kasihan Barirah sehingga tetap memilih untuk bersama Mughits. Kondisi ini pun membuat Nabi merasa iba. Sampai-sampai beliau memberi saran dan masukan kepada Barirah agar kembali saja kepada Mughits, suaminya. Namun Barirah adalah seorang wanita yang cerdas. Beliau tahu bahwa saran Nabi itu status hukumnya berbeda dengan perintah Nabi. Oleh karenanya, Barirah bertanya kepada Nabi apakah yang Nabi sampaikan itu sekedar saran ataukah perintah seorang Nabi kepada salah satu umatnya yang wajib ditaati apapun kondisinya. Setelah Nabi menjelaskan bahwa yang Nabi sampaikan hanya sekedar saran maka Barirah menegaskan bahwa dia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk kembali kepada Mughits.

Petikan pelajaran:

Budak itu tidak sekufu alias setara dalam pernikahan dengan orang merdeka. Oleh karena itu, Barirah memiliki hak untuk memilih antara tetap bersama Mughits ataukah berpisah untuk mencari suami yang lain.
Para sahabat Nabi itu memelihara jenggotnya. Di antara mereka adalah Mughits sehingga dikatakan bahwa air mata Mughits itu membasahi jenggotnya. Sehingga orang yang demikian benci dengan jenggotnya sampai-sampai dikerok secara berkala adalah orang yang tidak mau meneladani para sahabat Nabi dalam masalah ini bahkan tergolong tidak mau taat kepada Nabi yang memerintahkan umatnya untuk memilhara jenggot. Seorang laki-laki itu akan semakin gagah dan berwibawa mana kala memelihara jenggot. Dikatakan bahwa Abu Hurairah suatu ketika pernah berkata,

إن يمين ملائكة السماء والذي زين الرجال باللحى والنساء بالذوائب

“Sesungguhnya ucapan sumpah para malaikat yang ada di langit adalah kalimat demi zat yang menjadikan seorang pria itu makin tampan dengan jenggot dan menjadikan perempuan semakin menawan dengan jalinan rambut” (Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asakir tahqiq Abu Said Umar bin Gharamah al ‘Amrawi, juz 36 hal 343, terbitan Darul Fikr Beirut tahun 1416 H)

Saran atau nasihat Nabi itu berbeda dengan perintahnya. Saran Nabi untuk person tertentu itu hasil finalnya kembali kepada pilihan person tersebut. Sedangkan perintah Nabi itu adalah sesuatu yang harus ditaati tanpa ada pilihan yang lain.

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (51)

Yang artinya, “Sesungguhnya perkataan orang-orang yang beriman, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memberi keputusan hukum di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar, dan Kami patuh”. Dan hanya merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur:51).

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا (36)

Yang artinya, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. al Ahzab:36)

Kisah di atas menunjukkan bahwa cinta itu terkadang bertepuk sebelah tangan. Dalam kisah di atas nampak sekali besarnya rasa cinta Mughits kepada Barirah namun Barirah demikian benci kepada Mughits.
Cinta itu tidak harus memiliki. Terkadang rasa cinta tidak harus berujung dengan pernikahan yang langgeng. Lihatlah kandasnya cinta Mughits dan sebuah kenyataan pahit harus ditelan oleh Mughits yaitu tidak bisa lagi memiliki Barirah.

Kisah di atas juga menunjukkan bahwa cinta yang over dosis itu bisa menghilangkan rasa malu sehingga menyebabkan pelakunya melakukan berbagai hal yang sebenarnya memalukan.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S, M.A.

Yang Pinter Menasehati Buanyak….!!! Tapi Yang Mengamalkan Nasehatnya Sendiri?



Sungguh banyak diantara kita yang "HOBY" menasehati di facebook,Twiter dll, sungguh ini merupakan kebaikan...tapi janganlah lupa agar kita juga semangat untuk mengamalkan nasehat-nasehat kita sendiri.
Renungkanlah perkataan Abul Aswad Ad-Dualy:

يَا أَيُّهَا الرَّجُلُ الْمُعَلِّمُ غيره *** هَلاَّ لِنَفْسِكَ كَانَ ذَا التَّعْلِيْمِ

Wahai orang yg mengajari orang lain....

Tidakkah kau mengajari dirimu dulu (sebelum orang lain)

أَتَرَاكَ تُلَقِّحُ بِالرَّشَادِ عُقُوْلَنَا *** صِفَةً وَأَنْتَ مِنَ الرَّشَادِ عَدِيْمُ

Pantaskah kau tanamkan pada akal kami “sifat mulia”..

Tapi ternyata, engkau kosong dari sifat mulia itu

لاَ تَنْهَ عَنْ خُلُقٍ وَتَأْتِي مِثْلَهُ *** عَارٌ عَلَيْكَ إِذَا فَعَلْتَ عَظِيْمُ

Janganlah engkau melarang akhlak (yg buruk), tapi kau sendiri melakukannya...

Sungguh sangat tercela, jika kau seperti itu

اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَانْهَهَا عَنْ غَيِّهَا *** فَإِذَا انْتَهَتْ عَنْهُ فَأَنْتَ حَكِيْمُ

Mulailah dari dirimu, dan lepaskanlah dosanya…

Karena engkaulah sang bijaksana, jika kau telah lepas darinya

فَهُنَاكَ يَنْفَعُ إِنْ وَعَظْتَ وَيُقْتَدَى *** بِالْقَوْلِ مِنْكَ وَيَنْفَعُ التَّعْلِيْمُ

Saat itulah, nasehat dan didikanmu kan berguna

Begitu pula ucapanmu, akan menjadi panutan

Yaa Allah ampunilah kami yang sering menasehati akan tetapi lalai dari nasehatnya sendiri...tunjukanlah kami jalan yang lurus, tutuplah aib-aib kami di dunia, terlebih-lebih lagi di akhirat...aamiiin yaa Robbal 'Aaalamiin
 http://www.facebook.com/firanda.andirja

Selasa, 24 Januari 2012

Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal Calon Sampai Proses Akad Nikah



Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “Coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang.
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:

1. Mengenal calon pasangan hidup

Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.

Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.

Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا

Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)

Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan

Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:
- Wanita itu shalihah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
-Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ

Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)

-Wanita tersebut masih gadis1, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika memberitakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia telah menikah dengan seorang janda, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ؟

Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”

Namun ketika Jabir mengemukakan alasannya, bahwa ia memiliki banyak saudara perempuan yang masih belia, sehingga ia enggan mendatangkan di tengah mereka perempuan yang sama mudanya dengan mereka sehingga tak bisa mengurusi mereka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya, “Benar apa yang engkau lakukan.” (HR. Al-Bukhari no. 5080, 4052 dan Muslim no. 3622, 3624)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ

Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)

2. Nazhar (Melihat calon pasangan hidup)

Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:

ياَ رَسُوْلَ اللهِ، جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيْهَا وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رًأْسَهُ

Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada si wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)
Hadits ini menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)
Oleh karena itu, ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatinya:

انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا، يَعْنِي الصِّغَرَ

Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian pula ketika Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meminang seorang wanita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” “Belum,” jawab Al-Mughirah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas untuk melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak).” (HR. An-Nasa`i no. 3235, At-Tirmidzi no.1087. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 96)

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu berkata, “Dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah nazhar ternyata ia tidak menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah 9/18)

Bila nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita kecewa dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)

Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا

Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no. 98)

Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, “Boleh melihat wanita yang ingin dinikahi walaupun si wanita tidak mengetahuinya ataupun tidak menyadarinya.” Dalil dari hal ini sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً، فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ، وَإِنْ كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ

Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya untuk meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).” (HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath 1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah 1/200)

Pembolehan melihat wanita yang hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan dan tanpa seizinnya ini merupakan pendapat yang dipegangi jumhur ulama.

Adapun Al-Imam Malik rahimahullahu dalam satu riwayat darinya menyatakan, “Aku tidak menyukai bila si wanita dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena khawatir pandangan kepada si wanita terarah kepada aurat.” Dan dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya tidak boleh melihat wanita yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena si wanita masih belum jadi istrinya. (Al-Hawil Kabir 9/35, Syarhul Ma’anil Atsar 2/372, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 9/214, Fathul Bari 9/158)

Haramnya berduaan dan bersepi-sepi tanpa mahram ketika nazhar (melihat calon)

Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)

Karenanya si wanita harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki atau ayahnya. (Fiqhun Nisa` fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

Bila sekiranya tidak memungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus seorang wanita yang tepercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang untuk kemudian disampaikan kepadanya. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar bi Hassatil Bashar, Ibnul Qaththan Al-Fasi hal. 394, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/280)

Batasan yang boleh dilihat dari seorang wanita

Ketika nazhar, boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَي مَا يَدْعُوهُ إِلىَ نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ

Bila seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 99)

Di samping itu, dilihat dari adat kebiasaan masyarakat, melihat bagian-bagian itu bukanlah sesuatu yang dianggap memberatkan atau aib. Juga dilihat dari pengamalan yang ada pada para sahabat. Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika melamar seorang perempuan, ia pun bersembunyi untuk melihatnya hingga ia dapat melihat apa yang mendorongnya untuk menikahi si gadis, karena mengamalkan hadits tersebut. Demikian juga Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana telah disinggung di atas. Sehingga cukuplah hadits-hadits ini dan pemahaman sahabat sebagai hujjah untuk membolehkan seorang lelaki untuk melihat lebih dari sekadar wajah dan dua telapak tangan2.

Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata, “Sisi kebolehan melihat bagian tubuh si wanita yang biasa tampak adalah ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan melihat wanita yang hendak dipinang dengan tanpa sepengetahuannya. Dengan demikian diketahui bahwa beliau mengizinkan melihat bagian tubuh si wanita yang memang biasa terlihat karena tidak mungkin yang dibolehkan hanya melihat wajah saja padahal ketika itu tampak pula bagian tubuhnya yang lain, tidak hanya wajahnya. Karena bagian tubuh tersebut memang biasa terlihat. Dengan demikian dibolehkan melihatnya sebagaimana dibolehkan melihat wajah. Dan juga karena si wanita boleh dilihat dengan perintah penetap syariat berarti dibolehkan melihat bagian tubuhnya sebagaimana yang dibolehkan kepada mahram-mahram si wanita.” (Al-Mughni, fashl Ibahatun Nazhar Ila Wajhil Makhthubah)
Memang dalam masalah batasan yang boleh dilihat ketika nazhar ini didapatkan adanya perselisihan pendapat di kalangan ulama3.

3. Khithbah (peminangan)
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.

Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ

Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:

الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ

Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah halal baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula baginya meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya meninggalkan pinangannya (membatalkan).”

Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana bisa jadi pihak wanita meminta pembatalan pinangannya disebabkan si wanita lebih menyukai peminang kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di antara sesama muslim dan pelanggaran hak. Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan peminang kedua untuk melamar si wanita, atau peminang pertama membatalkan pinangannya maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/282)

Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

Jangankan duduk bicara berduaan, bahkan ditemani mahram si wanita pun masih dapat mendatangkan fitnah. Karenanya, ketika Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu dimintai fatwa tentang seorang lelaki yang telah meminang seorang wanita, kemudian di hari-hari setelah peminangan, ia biasa bertandang ke rumah si wanita, duduk sebentar bersamanya dengan didampingi mahram si wanita dalam keadaan si wanita memakai hijab yang syar’i. Berbincanglah si lelaki dengan si wanita. Namun pembicaraan mereka tidak keluar dari pembahasan agama ataupun bacaan Al-Qur`an. Lalu apa jawaban Syaikh rahimahullahu? Beliau ternyata berfatwa, “Hal seperti itu tidak sepantasnya dilakukan. Karena, perasaan pria bahwa wanita yang duduk bersamanya telah dipinangnya secara umum akan membangkitkan syahwat. Sementara bangkitnya syahwat kepada selain istri dan budak perempuan yang dimiliki adalah haram. Sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, hukumnya haram pula.” (Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, 2/748)
)

Yang perlu diperhatikan oleh wali

Ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:
-Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

-Meminta pendapat putrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
Persetujuan seorang gadis adalah dengan diamnya karena biasanya ia malu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ

Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan ia diam,” jawab beliau. (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458)

4. Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.

Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai berikut:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. (آل عمران: 102)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. (النساء: 1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. (الأحزاب: 70-71)

5. Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

مَا أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ

Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no. 3489)

Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun disenangi tiga hari setelah dukhul, karena demikian yang dinukilkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha dan beliau jadikan kemerdekaan Shafiyyah sebagai maharnya. Beliau mengadakan walimah tiga hari kemudian.” (Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 74: “Diriwayatkan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan sebagaimana dalam Fathul Bari (9/199) dan ada dalam Shahih Al-Bukhari secara makna.”)

Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ

Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya -yang menimbulkan suara gemerincing-, ed.) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ

Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)
Adapun makna shaut di sini adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia. (Syarhus Sunnah 9/47,48)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu menyebutkan satu bab dalam Shahih-nya, “Menabuh duff dalam acara pernikahan dan walimah” dan membawakan hadits Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha yang mengisahkan kehadiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam pernikahannya. Ketika itu anak-anak perempuan memukul duff sembari merangkai kata-kata menyenandungkan pujian untuk bapak-bapak mereka yang terbunuh dalam perang Badr, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkannya. (HR. Al-Bukhari no. 5148)

Dalam acara pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat musik, karena semua itu hukumnya haram.

Disunnahkan bagi yang menghadiri sebuah pernikahan untuk mendoakan kedua mempelai dengan dalil hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ إِذَا رَفَّأَ اْلإِنْسَاَن، إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila mendoakan seseorang yang menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahi untukmu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan’.” (HR. At-Tirmidzi no. 1091, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

6. Setelah akad
Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara berikut ini:

Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Muslim no. 590).

Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma` pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)

Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya) sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيُسَمِّ اللهَ عز وجل وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ وَلْيَقُلْ: اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum. Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu Sa’id”).

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Namun bukan berarti janda terlarang baginya, karena dari keterangan di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkenankan Jabir radhiyallahu ‘anhu memperistri seorang janda. Juga, semua istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dinikahi dalam keadaan janda, kecuali Aisyah rad..

3 Bahkan Al-Imam Ahmad rahimahullahu sampai memiliki beberapa riwayat dalam masalah ini, di antaranya:

Pertama: Yang boleh dilihat hanya wajah si wanita saja.

Kedua: Wajah dan dua telapak tangan. Sebagaimana pendapat ini juga dipegangi oleh Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyyah.

Ketiga: Boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasa tampak di depan mahramnya dan bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan semisalnya. Tidak boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasanya tertutup seperti bagian dada, punggung, dan semisal keduanya.

Keempat: Seluruh tubuhnya boleh dilihat, selain dua kemaluannya. Dinukilkan pendapat ini dari Dawud Azh-Zhahiri.

Kelima: Boleh melihat seluruh tubuhnya tanpa pengecualian. Pendapat ini dipegangi pula oleh Ibnu Hazm dan dicondongi oleh Ibnu Baththal serta dinukilkan juga dari Dawud Azh-Zhahiri.

PERHATIAN: Tentang pendapat Dawud Azh-Zhahiri di atas, Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa pendapat tersebut adalah suatu kesalahan yang nyata, yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah. Ibnul Qaththan menyatakan: “Ada pun sau`atan (yakni qubul dan dubur) tidak perlu dikaji lagi bahwa keduanya tidak boleh dilihat. Apa yang disebutkan bahwa Dawud membolehkan melihat kemaluan, saya sendiri tidak pernah melihat pendapatnya secara langsung dalam buku murid-muridnya. Itu hanya sekedar nukilan dari Abu Hamid Al-Isfirayini. Dan telah saya kemukakan dalil-dalil yang melarang melihat aurat.”

Sulaiman At-Taimi berkata: “Bila engkau mengambil rukhshah (pendapat yang ringan) dari setiap orang alim, akan terkumpul pada dirimu seluruh kejelekan.”

Ibnu Abdilbarr berkata mengomentari ucapan Sulaiman At-Taimi di atas: “Ini adalah ijma’ (kesepakatan ulama), aku tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini.” (Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 359)
Selain itu ada pula pendapat berikutnya yang bukan merupakan pendapat Al-Imam Ahmad:

Keenam: Boleh melihat wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki si wanita, demikian pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayat darinya.

Ketujuh: Boleh dilihat dari si wanita sampai ke tempat-tempat daging pada tubuhnya, demikian kata Al-Auza’i. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar hal. 392,393, Fiqhun Nazhar hal. 77,78)
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyatakan bahwa riwayat yang ketiga lebih mendekati zahir hadits dan mencocoki apa yang dilakukan oleh para sahabat. (Ash-Shahihah, membahas hadits no. 99)

4 Bagi orang yang punya kelapangan tentunya, sehingga jangan dipahami bahwa walimah harus dengan memotong kambing. Setiap orang punya kemampuan yang berbeda. (Syarhus Sunnah 9/135)
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam walimah atas pernikahannya dengan Shafiyyah, yang terhidang hanyalah makanan yang terbuat dari tepung dicampur dengan minyak samin dan keju (HR. Al-Bukhari no. 5169).
Sehingga hal ini menunjukkan boleh walimah tanpa memotong sembelihan.

Wallahu ‘alam bish-shawab. 

Dikutip dari http://Asysyariah.com Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim, Judul: Proses Syar’i Sebuah Pernikahan

Ter!ndah Saat Bersamamu ...




Kulihat indahnya lembayung cintamu

Terulur sejuk diantara panas mentari

Menyiram kalbuku yang gersang

Memupuk mimpi dalam benakku



Indah dirimu tak terlukiskan

Tak tergambar rindu ini

Ku hanyut dalam angan yang memabukkan

Mengeja rasa yang menggoda riuh



Lihatlah aku yang berdiri disini

Memandangmu hangat,

Menyambut kasihmu lembut

Menanggalkan mimpi bersamamu



Sendiri ini menghujam ku saat tak bersamamu

Waktu bermain diantara galau rinduku

Hati ini berpesta ketika kau bersamaku

Rasa ini berbahagia ketika ku dengar suaramu



Biarkan aku mengagumimu selamanya

Merangkai kasih yang terindah

Menguntai sayang yang terbesar

Mencipta kasih yang terhangat hanya denganmu



Jangan palingkan wajahmu kasih

Jangan balikkanl angkahmu sayang

Jangan ukirkan luka dihatiku

Hidupkan kasih sayang di bening jiwamu



Ku ingin membagi hidupku hanya padamu

Matamu menyiratkan  cinta yang tak terkira

Kau kan selalu menjadi kekasihku

Bukan tuk hitungan hari

Tapi untuk hitungan zaman...


Jkt, 24 Jan 2012
@bie Sabiella