Jumat, 30 Maret 2012

Sikap Seorang Muslim Ketika Sakit...



Seorang muslim yang sedang sakit hendaknya bersangka baik kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, bahwa Alloh akan mengasihinya dan tidak menyiksanya. Rasululloh shallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Alloh.” (HR: Muslim).

Berada antara takut dan penuh harap, takut pada siksa Alloh dan berharap pada keluasan rahmatNya, Rasululloh bersabda, yang artinya: “Tidaklah menyatu (rasa takut dan harapan) dalam hati seorang hamba pada saat seperti ini (sakit) kecuali Alloh mengabulkan harapannya dan memberikan kepadanya rasa aman dari apa yang ditakutkannya.” (HR:At-Tirmidzi dengan sanad hasan).

Seorang muslim yang sedang sakit hendaknya juga tidak mengharapkan kematian meskipun penyakitnya sangat parah. Namun kalau terpaksa hendaknya berdo’a: “Ya Alloh, hidupkanlah aku selama kehidupan lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian lebih baik bagiku. Jadikanlah kehidupan sebagai penambah segala kebaikan bagiku dan kematian sebagai istirahatku dari segala keburuk-an.” (Hadits Anas bin Malik-HR: Al-Bukhari dan Muslim).

Jika ada hak-hak orang lain yang menjadi tanggungannya, baik berupa hutang, amanat atau lainnya hendak-nya bergegas mengembalikan atau menunaikannya. Dibenarkan untuk mewasiatkan sebagian hartanya untuk hal-hal yang baik, dan tidak dibenarkan lebih dari sepertiga. Rasululloh shallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda tentang wasiat: “Sepertiga, dan sepertiga itu jumlah yang besar.” (Muttafaq ‘Alaih).

Wasiat yang dibuat tidak boleh bersifat merugikan, seperti berwasiat tidak memberikan harta peninggalannya kepada sebagian ahli warisnya, atau mewasiatkan sebagian hartanya kepada salah seorang ahli waris, karena tidak dibenarkan mewasiatkan harta kepada ahli waris, sebab masing-masing dari mereka telah mendapat bagian waris sebagaimana yang ditentukan syari’at.

Hendaknya orang yang sakit selalu menjaga shalat, menghindarkan diri dari apa-apa yang najis dan bersabar dalam beratnya melakukan hal tersebut. Wajib bagi setiap muslim, terutama yang sedang sakit untuk bertobat kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala dari segala dosa dan hendaknya memperbanyak membaca Al-Qur’an,dzikrullah, do’a, istighfar, bertasbih dan bertahlil.

Do’a-do’a Untuk Orang Sakit

Alloh Subhannahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hambaNya senantiasa ber-do’a. Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuper-kenankan.” (QS: Al-Mukmin: 60).  “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku .” (QS: Asy- Syu’ara: 80).

Nabi shallAllohu ‘alaihi wasallam biasanya meletakkan tangannya pada tubuh orang yang sakit seraya berdo’a, yang artinya: “Ya Alloh Tuhan segenap manusia, hilangkanlah sakit dan sembuhkan-lah, Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali dengan penyembuhanMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (Muttafaq ‘Alaih).

Beliau juga mengajarkan kepada sahabatnya yang sakit untuk berdo’a, seraya bersabda, yang artinya: 

“Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang sakit dan ucapkan: ‘Bismillah’ Tiga kali, kemudian ucapkan ‘A’udzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadzir’u (Aku berlindung kepada keagungan dan kekuasaan Alloh dari keburukan yang aku dapati dan aku takutkan) sebanyak tujuh kali.” (HR: Muslim). 

Sahabat tersebut berkata: “Maka aku lakukan (nasihat beliau) dan Alloh Subhannahu wa Ta’ala  pun menghilangkan penyakit yang selama ini aku derita”.

Risalah Kepada Orang Yang Sakit


Wahai hamba-hamba Alloh yang sedang sakit…, Semoga Alloh Subhannahu wa Ta’ala menyembuhkan antum dan menjadikan antum sebagai kekasihNya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Alloh Subhannahu wa Ta’ala melimpahkan nikmatNya kepada antum baik secara lahir maupun batin. Semoga pula antum termasuk golongan yang apabila mendapatkan kenikmatan bersyukur, apabila mendapat ujian bersabar, dan jika melakukan dosa segera beristighfar.

Dalam kehidupan di dunia ini, setiap manusia tidak akan terlepas dari dua keadaan yaitu Nikmat dari Alloh Subhannahu wa Ta’ala yang tidak terhitung banyaknya yang harus dipertahankan dengan bersyukur. dan Ujian-ujian dari Alloh Subhannahu wa Ta’ala, seperti sakit, rasa takut lapar dan sebagainya. Dalam hal ini yang harus dilakukan adalah bersabar.

Sabar adalah menahan diri dari rasa kesal terhadap takdir, menahan lisan dari mengeluh kepada sesama makhluk yang lemah, dan menahan anggota badan dari perbuatan maksiat, seperti menampar pipi, merobek-robek pakaian dan sebagainya.



Kewajiban Bersabar 

Setiap muslim wajib bersabar ketika tertimpa suatu musibah. Namun tidak mengapa bagi si sakit memberitahukan sakitnya tanpa mengeluhkannya kepada sesama makhluk. Lalu hendaknya ia mengatakan, yang artinya: “Ini telah ditakdirkan oleh Alloh, dan Alloh melakukan apa yang dikehendakiNya. Segala puji bagi Alloh dalam segala keadaan. “Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditentukan oleh Alloh bagi kami’.” (QS: At-Taubah: 51).



Keutamaan Bersabar

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi shallAllohu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan bersabar serta menerangkan keutamaan dan pahalanya. Firman Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘sesungguhnya kami adalah milik Alloh dan kepadaNya-lah kami kembali’, mereka itulah yang mendapat kesabaran yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: Al-Baqarah: 155-157).



Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS: Az-Zumar: 10).

Sabda Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wasallam, yang artinya: “Dan barangsiapa berusaha sabar, Alloh akan menjadikannya bersabar, dan tidak ada seorang pun yang mendapatkan karunia (dari Alloh) yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (Muttafaq ‘Alaih).

“Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, semua urusannya baik baginya dan hal ini tidak dimiliki siapa pun kecuali orang mukmin, jika dia mendapatkan kebahagiaan bersyukur dan itu baik baginya, dan jika dia tertimpa musibah bersabar dan itu baik baginya”. (HR: Muslim).
Tidaklah rasa lelah, sakit, kegelisahan, kesedihan, gangguan dan duka yang menimpa seorang muslim hingga duri yang menusuknya kecuali Alloh menghapuskan dosa-dosanya karena hal-hal tersebut.” (HR: Al-Bukhari dan Muslim).

“Apabila Alloh menghendaki kebaikan pada seorang hambaNya Dia menyegerakan hukuman baginya di dunia, dan apabila Alloh menghendaki keburukan pada seorang hambaNya maka Dia menangguhkan dosanya sampai Dia penuhi balasannya nanti di hari Kiamat.” (HR: At-Tirmidzi dan di hasankannya).

“Sungguh besarnya pahala setimpal dengan besarnya cobaan-cobaan; dan sungguh Alloh Ta’ala apabila mencintai suatu kaum diujiNya mereka dengan cobaan. Untuk itu, barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan dari Alloh, sedang barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan dari Alloh.” (HR: At-Tirmidzi dan meng-hasan-kannya).

“Senantiasa cobaan menimpa seorang mukmin baik pada dirinya, anaknya ataupun hartanya sehingga dia memjumpai Alloh dalam keadaan bersih dari dosa.”




Anjuran Berobat 

Orang yang sakit dianjurkan untuk berobat dengan cara dan obat-obatan yang dibolehkan, Rasululloh shallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidaklah Alloh menurunkan suatu penyakit kecuali menurunkan pula penangkal (obatnya), maka berobatlah kalian.” (HR: Al-Hakim dan Ibnu Hibban dan men-shahih-kannya).

Tidak dibenarkan berobat dengan cara dan sesuatu yang haram, seperti berobat kepada dukun, atau berobat dengan arak, darah, ular, daging monyet ataupun hal-hal lain yang diharamkan dalam Islam. Rasululloh shallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Alloh tidak menjadikan kesembuhanmu pada apa-apa yang diharamkan atasmu.” (HR: Ath-Thabrani dengan sanad shahih).
“Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallAllohu ‘alaihi wasallam.” (HR: Abu Dawud).

(sumber Rujukan: Al-Hadiqatul Yani’ah minal ‘Ulumin Nafi’ah, Syaikh Ibrahim bin Jarullah Al-Jarullah)
Sumber: www.mediamuslim.info

Bermuka Manis di Hadapan orang...




Di antara bentuk akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam adalah bermuka manis di hadapan orang lain. Bahkan hal ini dikatakan oleh Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menunjukkan sifat tawadhu’ seseorang. Namun sedikit di antara kita yang mau memperhatikan akhlak mulia ini. Padahal di antara cara untuk menarik hati orang lain pada dakwah adalah dengan akhlak mulia. 


Lihatlah bagaimana akhlak mulia ini diwasiatkan oleh Lukman pada anaknya,

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18).

Ibnu Katsir menjelaskan mengenai ayat tersebut, “Janganlah palingkan wajahmu dari orang lain ketika engkau berbicara dengannya atau diajak bicara. Muliakanlah lawan bicaramu dan jangan bersifat sombong. Bersikap lemah lembutlah dan  berwajah cerialah di hadapan orang lain” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 56).
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri” (HR. Muslim no. 2626).

Begitu pula dengan wajah ceria dan berseri akan mudah menarik hati orang lain ketika diajak pada Islam dan kepada kebaikan. Senyum manis adalah di antara modal ketika berdakwah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّكُمْ لَا تَسَعُونَ النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ لِيَسَعْهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الْوَجْهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ

Sesungguhnya kalian tidak bisa menarik hati manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia” (HR. Al Hakim dalam mustadroknya. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Jarir, ia berkata,

مَا حَجَبَنِى النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - مُنْذُ أَسْلَمْتُ ، وَلاَ رَآنِى إِلاَّ تَبَسَّمَ فِى وَجْهِى

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menghalangiku sejak aku memberi salam dan beliau selalu menampakkan senyum padaku” (HR. Bukhari no. 6089 dan Muslim no. 2475).
Wajah berseri dan tersenyum termasuk bagian dari akhlak mulia. Ibnul Mubarok berkata bahwa makna ‘husnul khulq’ (akhlak mulia),

طَلاَقَةُ الوَجه ، وَبَذْلُ المَعروف ، وَكَفُّ الأذَى
Wajah berseri, berbuat kebaikan (secara umum) dan menghilangkan gangguan”. Dinukil dari Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi rahimahullah.

Sedangkan orang yang berakhlak mulia disebutkan dalam hadits dari Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا
Orang yang paling dicintai di antara kalian dan yang paling dekat duduk denganku di hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 2018. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Namun wajah berseri ini tidaklah setiap saat dan tidak ditujukan pada setiap orang. Ketika menghadapi orang yang lebih pantas dimarahi (bukan diberi senyuman), juga di hadapan orang kafir maka kita tidak menyikapi seperti itu sebagaimana diterangkan oleh Ash Shon’ani dalam Subulus Salam. Juga amat bahaya jika seorang gadis memberi senyuman kepada laki-laki karena godaannya amat besar.
Ya Allah, berikanlah kami anugerah dengan akhlak yang mulia dan selalu berwajah ceria di hadapan saudara-saudara kami.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:
  1. Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.
  2. At Tawadhu’, Abu ‘Abdillah Musthofa bin Al ‘Adawi, terbitan Maktabah Makkah.
  3. Subulus Salam, Ash Shon’ani.
  4. Riyadhush Sholihin, Imam Nawawi.

@ KSU, Riyadh, KSA, 3 Jumadal Ula 1433 H

www.rumaysho.com

Kamis, 29 Maret 2012

Nasehat tuk adik - adikku...

Assalamualaikum...


Adek - adekku...

Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada...

Rasulullah Shalallahualaihi wassalam bersabda,

"Bertaqwalah kepada Allah di manapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya (perbuatan baik) itu akan menghapuskannya. Dan pergauilah manusia dengan akhlaq yang baik" (HR. Tirmidzi).


To be the best,
jadilah yang terbaik...
Remeber the deadly couse you will find a peace...

Dunia adalah perhiasan, sebaik - baik perhiasan adalah wanita shalehah...

Dari Abdullah bin Amr Radhiallahu'an mengatakan, “Bahwa  Rasulullah Shalallahualaihi wassalam  bersabda, Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.’”. [H.R. Muslim].

Jadilah wania shalehah yang taat kepada Allah, to be a true moslemah, jadilah moslimah sejati...

Jangan tinggalkan sholat, ingat sholat sebelum di sholatkan...
Jadi, kerjakan sholat sebelum mati...
experience is the best teacher..., pengalaman adalah guru terbaik...
Jangan takut salah dalam melakukan suatu kebenaran, Orang yang "jatuh" dalam belajar, bukan berarti ia gagal, tapi sebaik - baik orang yang terjatuh adalah segera bangkit dari jatuhnya...

Raihlah cita - citamu setinggi langit, belajar yang rajin yach..., Rankingnya di pertahankan...

Berusahalah untuk mencapai sesuatu yang engkau inginkan, yaitu dengan cara belajar, berdoa dan mencoba sampai bisa.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Adapun kebahagiaan ilmu, maka hal itu tidak dapat kamu rasakan kecuali dengan cara mengerahkan segenap kemampuan, keseriusan dalam belajar, dan niat yang benar. Sungguh indah ucapan seorang penyair yang mengungkapkan hal itu,
Katakanlah kepada orang yang mendambakan
Perkara-perkara yang tinggi lagi mulia
Tanpa mengerahkan kesungguhan
Berarti kamu berharap sesuatu yang mustahil ada...



Kalau punya ilmu bagi - bagi sesama  temennya, bukan berarti kamu kasih tau isinya, tapi ajarkan caranya
Ilmu itu semakin di bagi semakin bertambah.

Ilmu itu menjaga pemiliknya, sedangkan harta, tidak.
Kalau kita punya ilmu, kita tidak mudah di celakai orang, sedangkan orang yang punya harta, mudah saja orang mencurinya.

Kalau kita punya ilmu, harta akan mencari kita, bukan kita yang mencari harta...

Orang berilmu akan di angkat derajadnya / kedudukannya di sisi Allah beberapa derajad di sisi Allah.

Allah berfirman : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” [ Qs Al-Mujadilah : 11 ].

Orang berilmu akan mulia hidupnya, dia akan di hormati orang lain, beda dengan orang yang tidah punya ilmu, hidupnya bagai sampah tidak terpakai...

Meskipun kamu orang yang rajin dan pintar, tetaplah rendah hati dan jangan sombong...
Jangan mudah terpengauh, oleh kerusakan zaman yang semakin edan ini...

Ya udah deh, gitu aja nasehatnya..
Di amalkan ya...

Good luck..., ma akum najah...
In your everything,
moga berhasil di segala waktumu...

Alhamdulillahi robbil alamin...

Ma'had Aisyah Lil Banats - Bekasi, 18 Maret 2012

Salsabiella Naqiyyah

________________
untuk Zaid & Najwa

Siapa-lah kita...



Ketika burung hidup, ia makan semut. 
Ketika burung mati, semut makan burung..
Jadi, waktu berputar kapan saja. Jangan merendahkan siapapun dalam hidup dan kita tidak boleh sombong. 

Satu pohon dapat membuat jutaan batang korek api, 
Tapi satu batang korek api dapat membakar jutaan pohon...
Jadi...... Satu pikiran negatif dapat membakar semua pikiran positif... 
So....hati hatilah dalam bertindak...Janganlah kita menjadi batu sandungan buat yang lain.

RENCANA kita boleh INDAH,
tapi rencana ALLAH jala wa ala-lah yang TERINDAH...

HIDUP kita mungkin baik- baik saja, tapi hidup BERSAMA-NYA jauh lebih SEMPURNA...

PEKERJAAN kita mungkin MENJANJIKAN, tapi BERKAH-NYA lah yang menjadikan kita "KAYA..."

Oleh karena itu, Tindakan kita dan campur tangan ALLAH-lah yang Membawa hidup kita BERMAKNA dihadapan-Nya.

Siapalah Kita...

Jakarta - 29 Maret 2012
_Abie Sabiella_

Rabu, 28 Maret 2012

Aku Seorang Istri yang Ingin Dimadu



 oleh : Ummu Ibrahim

Seorang laki-laki mempunyai fitrah untuk cenderung kepada lawan jenisnya yaitu seorang wanita. Begitu juga seorang wanita senantiasa menginginkan untuk bisa bersanding dengan orang yang dicintainya. Laki-laki yang bisa melindunginya, menjaganya, dan menyayanginya dengan  tulus. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah mensya’riatkan adanya pernikahan. Dimana dengan syari’at yang agung ini Allah subhaanahu wata’ala telah menghalalkan apa yang sebelumnya diharamkan bagi laki-laki dan wanita.
Allah Ta’aala berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ  فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [الروم:21]

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar Ruum : 21)

Dan juga dalam ayat yang lain Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman :

فَاطِرُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الأَنْعَامِ أَزْوَاجًا. [الشورى:11]

“Dialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi. Dan menjadikan pasangan-pasangan bagi kalian dari jenis kalian sendiri. Dan dari jenis binatang ternak juga berpasang-pasangan.” (Asy syuura :11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

استوصوا بالنساء خيرا, فإنهنّ عوان عندكم, استحللتم فروجهنّ بكلمة الله 

“Berwasiatlah kebaikkan kepada wanita, sesunggunhya mereka penolong disisi kalian, dihalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. At-Tirmidzi : 1163 dan beliau berkata : “ Hasan Shahih, Dan An-Nasa’i : 9169 dan akhir hadits ( استحللتم), Muslim : 1218 dari Hadits Jabir)

                Tanpa adanya hubungan pernikahan seorang laki-laki tidak boleh menyentuh wanita walaupun hanya untuk berjabat tangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير من أن يمس امرأة لا تحل له

“ Aku menancapkan besi pada kepala seorang adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Berkata Syaikh Al-Albani di Al-Silsilah As-Shohihah 1/395, Hadits ini diriwayatkan oleh Ar-Rouyani dalam musnadnya 2/227 dengan sannad yang Jayyid)

Bahkan seorang laki-laki diperintahkan untuk menundukan pandangannya terhadap  kaum wanita ajnabiyah (asing/bukun mahram).

Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ [النور:30]

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman : ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui  apa yang mereka perbuat.’” (an-Nur : 30)

Seorang wanita tidak boleh berhubungan dengan laki-laki ajnabi (asing) karena akan menimbulkan fitnah seperti dengan mengobrol bersama atau melalui telepon dan saling berbalas sms dengan lawan jenisnya tanpa ada hajat (keperluan) mendesak bahkan untuk mereka berduaan pada suatu tempat. Karena wanita adalah fitnah yang paling besar bagi laki-laki maka dia harus berusaha untuk menjaga dirinya agar tidak terjatuh ke dalam fitnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.

“Sepeninggalku aku tidak meninggalkan pada ummatku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah (godaan) wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu)

                Yang kita sayangkan pada zaman ini adalah jauhnya para pemuda dan pemudi dari tuntunan agama. Mungkin tidak seratus persen kesalahan itu dari mereka sendiri, tetapi banyak faktor yang lain menyebabkan mereka jauh dari perkara yang syar’i seperti karena faktor pendidikan yang salah atau karena pergaulan mereka yang kurang baik. Tidak hanya itu, lingkungan dan media masa juga mempunyai andil dari menjerumuskan pemuda dan pemudi dari perkara yang melanggar agama ini. Sehingga banyak kita lihat para wanita keluar dari rumah tanpa mengenakan pakaian yang syar’i. Aurat yang seharusnya ditutupi, mereka singkapkan sehingga laki-laki manapun bebas untuk memandang keelokan tubuhnya. Na’udzubillah. Hampir-hampir di setiap tempat kita dapati para wanita yang berpakaian tetapi telanjang.

           Betapa hati ini terluka melihat kenyataan seperti itu, di samping kanan-kiri, di depan dan di belakang, di sekeliling kita wanita berjalan tanpa busana (syar’i) atau berpakaian tetapi telanjang.  Sekarang mana kecemburuan kita melihat para suami keluar di tengah kondisi yang seperti itu? Bukankah keadaan seperti itu bisa menjadi ancaman bagi suami kita sehingga mereka terjatuh pada perkara yang haram…?. Apalagi suami kita mengeluhkan keadaan yang mereka  hadapi dari dahsyatnya fitnah wanita. Tentu sebagai seorang istri yang mencintai dan menginginkan kebaikkan suaminya akan berusaha membantu suaminya agar tetap taat kepada Allah, terjaga dari perbuatan maksiat atau lebih terjaga kehormatannya akan melakukan yang terbaik untuk suaminya walaupun dengan sesuatu yang pada keumuman wanita merasa berat dengannya yaitu syari’at poligami.  Bukankah kebahagian suami kita juga kebahagian kita, kalau dengan suami kita menikah lebih dari satu istri bisa lebih terjaga kehormatannya kenapa kita tidak menyukai hal yang baik untuk suami kita..?!

                Sungguh agama ini telah sempurna dengan memberikan syari’at ta’adud (poligami) untuk menjadi jalan keluar bagi masalah ini. Yaitu seorang suami menjadi lebih terjaga dengan didampingi oleh istri-istrinya dan seorang wanita menjadi terlindungi dengan dia mempunyai seorang suami. Allah Ta’aala berfirman :

فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

“ Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja. “ (Qs. An Nisa’ : 3)

Poligami bukanlah sebuah musibah bagi  istri pertama. Seorang istri seharusnya bisa memahami hal ini dan mengerti betapa beratnya beban yang ditanggung oleh suaminya. Beban jiwa ketika dia keluar rumah menghadapi fitnah wanita dan beban pikiran dan tenaga untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sudah sepantasnya kita membantu suami dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah dengan cara-cara syar’i walaupun dengan sesuatu yang banyak para wanita berat terhadapnya yaitu syariat poligami. Kalau dengan seorang suami memiliki lebih dari satu istri dia lebih bisa terjaga pandangannya dengan yang halal, terjaga kehormatannya dengan adanya istri-istrinya maka kenapa kita katakan tidak untuk sebuah kebaikan, apalagi yang mendapatkannya adalah orang yang kita cintai yaitu suami kita. Salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Ummu Habibah binti Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu berkata :

يَا رَسُولَ اللهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ

“ Wahai Rasulullah, nikahilah saudaraku, putri Abu Sufyan.” 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَوَتُحِبِّينَ ذَلِكَ

“ Haah…, apakah engkau senang dengan hal itu?”
Ummu Habibah berkata,

نَعَمْ لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِي خَيْرٍ أُخْتِي

“Ya, (agar) aku tidak bersendirian dengan dirimu. Sesungguhnya orang yang paling aku sukai untuk menemaniku dalam berbuat kebaikkan adalah saudariku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ ذَلِكَ لاَ يَحِلُّ لِي

“ Sesungguhnya yang demikian itu tidaklah halal bagiku (menggabungkan dua saudara dalam pernikahan –ed).” (HR. Bukhari)

Maka kalau ada yang bertanya kenapa aku ingin dimadu maka akan kubawakan hadits ini dan berkata karena aku mencintai suamiku maka aku menginginkan kebaikkan untuknya, dan poligami diantara kebaikkan itu. Maka aku katakan untuk para muslimah justru kebaikkan poligami diantara yang paling merasakan kebaikkan dan manfaatnya adalah para wanita tetapi banyak wanita yang tidak mengerti. Maka seharusnya kita katakan sebagai bentuk keimanan kita kepada Allah, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah mensyariatkan poligami untuk kebaikkan alam semesta ini walaupun banyak orang yang tidak memahaminya.
Perlu diketahui bahwa dengan menikah lagi tidak berarti seorang suami tidak mencintai istrinya yang pertama atau tidak menginginkannya lagi. Bahkan itu adalah bukti cintanya karena dia tidak memilih untuk menceraikannya agar bisa menikah lagi. Atau memilih jalan yang lain melanggar syariat Allah. Tetapi banyak alasan yang mendorong seorang suami menikah lagi, sebagian suami ada yang memiliki kemampuan syahwat yang besar yang tak cukup dengan hanya seorang istri, sebagian lagi terdorong agar lebih terjaga kehormatannya, sebagian lagi terdorong sebagai solusi terbaik dalam rumah tanggganya, yang lain karena terdorong ingin mempunyai anak atau banyak anak dan alasan-alasan lainnya.

Cukuplah seorang istri dikatakan egois ketika dia menolak atau menghalangi suaminya mengambil haqnya untuk menikah lagi, apalagi ada alasan yang sangat kuat dia melakukan hal tersebut.  Sebagai seorang muslimah seharusnya dia menerima apa-apa yang telah disyari’atkan dalam agama ini. Allah Subhaaanahu wata’aala berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا مُبِينًا
k“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. al-Ahdzab [33] : 36)

Apa sih salahnya jika ada seorang suami ingin menikah lagi? Dan ia sendiri mampu untuk berlaku adil terhadap para istrinya mengapa harus kita tidak setujui atau bahkan menghalangi mereka dalam mengambil haqnya..?!

Selasa, 27 Maret 2012

Hadits 23: Suci Adalah Bagian Dari Iman




HADITS KEDUAPULUH TIGA


عَنْ أَبِيْ مَالِكْ الْحَارِثِي ابْنِ عَاصِمْ اْلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ، وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الْمِيْزَانِ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ – أَوْ تَمْلآنِ – مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ، وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ . كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَباَئِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا

[رواه مسلم]


 

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Bersuci adalah bagian dari iman, Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, Sholat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, Al Quran dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkan dirinya.

(Riwayat Muslim).


Pelajaran yang terdapat dalam hadits /  الفوائد من الحديث :

1.     Iman merupakan ucapan dan perbuatan, bertambah dengan amal shalih dan keta’atan dan berkurang dengan maksiat dan dosa.

2.     Amal perbuatan akan ditimbang pada hari kiamat dan dia memiliki beratnya.

3.     Bersuci merupakan syarat sahnya ibadah, karena itu harus diperhatikan.

4.     Menjaga shalat akan mendatangkan petunjuk dan memperbaiki kondisi seorang muslim terhadap manusia, membedakannya dengan akhlaknya dan perilakunya, kewara’annya dan ketakwaannya.

5.     Seruan untuk berinfaq pada jalan-jalan kebaikan dan bersegera melakukannya dimana hal tersebut merupakan pertanda benarnya keimanan.

6.     Anjuran untuk bersabar tatkala mengalami musibah, khususnya apa yang dialami seorang muslim karena perbuatan amar ma’ruf nahi munkar.

7.     Semangat membaca Al Quran dengan pemahaman dan mentadabburi (merenungkan) ma’nanya, menga-malkan kandungan-kandungannya karena hal tersebut dapat memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat.

8.       Seorang muslim harus menggunakan waktunya dan umurnya dalam keta’atan kepada Allah ta’ala serta tidak mengabaikannya karena kesibukan lainnya.


Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

Minggu, 25 Maret 2012

Wahabi Dicaci Lantas Dipuji...






فتاوى ورسائل محمد بن إبراهيم آل الشيخ – (1 / 61)


وقال
-بعد أَن ذكر إمكان نشر الدعوة إلى الله ولو بطريقة التنقل والسياحة وبيان
حقيقة ما دعا إليه الشيخ محمد رحمه الله: وأَنا أَقص الآن قصة عبدالرحمن
البكري من اَهل نجد- كان أَولا من طلاب العلم على العم الشيخ عبدالله(1)
وغيره، ثم بدا له أَن يفتح مدرسة في عمان يعلم فيها التوحيد من كسبه الخاص
فإذا فرغ ما في يده أخذ بضاعة(2) من أَحد وسافر إلى الهند وربما أخذ نصف
سنة في الهند.


Syaikh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, “Sekarang saya akan
bercerita tentang Abdurrahman al Bakri. Beliau itu orang Najd dan
penuntut ilmu yang belajar kepada pamanku, Syaikh Abdullah bin
Abdullathif alu Syaikh dan ulama selainnya. Kemudia beliau membuka
pesantren sendiri di Oman. Di sana beliau mengajarkan tauhid dengan
pembiayaan yang beliau tanggung dari usaha beliau sendiri. Jika harta
beliau habis maka beliau ngambil barang dagangan dari seseorang lantas
pergi ke India untuk menjualnya. Terkadang beliau di India sampai
setengah tahun lamanya.


قال
الشيخ البكري: كنت بجوار مسجد في الهند وكان فيه مدرس إذا فرغ من تدريسه
لعنوا ابن عبدالوهاب، وإذا خرج من المسجد مر بي وقال: أَنا أُجيد العربية
لكن أحب أَن أَسمعها من أَهلها، ويشرب من عندي ماءً باردًا. فأَهمني ما
يفعل في درسه،


Syaikh al Bakri menuturkan, ‘Di India aku tinggal di
samping sebuah masjid. Di masjid tersebut terdapat seorang dai yang
setiap kali selesai pengajian melaknat Muhammad bin Abdul Wahab. Jika
dia keluar dari masjid dan melewatiku, dia mengatakan kepadaku,
“Sebenarnya aku sudah pandai berbahasa Arab namun ingin langsung
mendengarkannya dari orang Arab asli sehingga orang orang yang belajar
kepadaku menjumpai ilmu yang kumiliki bagaikan air yang dingin”. Aku
kepikiran dengan apa yang dia lakukan di setiap akhir pengajiannya.


قال:
فاحتلت بأَن دعوته وأَخذت ((كتاب التوحيد)) (3) ونزعت ديباجته ووضعته على
رف في منزلي قبل مجيئه، فلما حضر قلت: أَتأْذن لي أَن آتي ببطيخة. فذهبت،
فلما رجعت إذا هو يقرأُ ويهز رأْسه فقال: لمن هذا الكتاب؟ هذه التراجم(4)
شبه تراجم البخاري هذا والله نفس البخاري؟!


Aku lantas membuat tipu daya. Kuundang dia ke rumahku.
Kuambil Kitab Tauhid karya Muhammad bin Abdul Wahab lantas sampulnya
kubuang. Setelah itu buku tersebut kuletakkan di rak yang ada di rumahku
sebelum kedatangannya. Setelah dia masuk ke dalam rumah, kukatakan
kepadanya, “Izinkan aku untuk keluar rumah sebentar mencari semangka”.
Setelah meminta izin aku baru pergi mencari buah semangka untuk suguhan
tamu. Setelah aku kembali ke rumah kujumpai dia membaca buku Kitab
Tauhid sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Setelah aku masuk rumah
dia bertanya, “Buku karya siapa ini? Judul judul bab di buku ini serupa
dengan judul bab yang ada di Shahih Bukhari. Buku ini demi Allah sama
persis dengan Shahih Bukhari”.


فقلت
لا أدري، ثم قلت أَلا نذهب للشيخ الغزوي لنسأَله –وكان صاحب مكتبة وله رد
على جامع البيان- فدخلنا عليه فقلت للغزوي كان عندي أَوراق سأَلني الشيخ من
هي له؟ فلم أَعرف، ففهم الغزوي المراد، فنادى من يأْتي بكتاب ((مجموعة
التوحيد)) فأُتي بها فقابل بينهما فقال هذا لمحمد بن عبدالوهاب.


Jawabanku, “Aku tidak tahu. Bagaimana kalau kita pergi
menemui Syaikh al Ghazawi untuk bertanya kepadanya-karena beliau adalah
seorang pemilik toko buku-”. Setelah kami bertemu dengan Syaikh al
Ghazawi aku berkata kepadanya, “Aku punya beberapa lembaran kertas.
Syaikh ini bertanya kepadaku siapakah penulis buku tersebut. Aku tidak
mengetahuinya”. Al Ghazawi faham apa yang kumaksudkan. Dia lantas
memanggil pelayan toko buku untuk membawakan kitab Majmuatut Tauhid.
Setelah buku yang dimaksudkan sudah dibawakan beliau membandingkan
diantara keduanya. Lantas al Ghazawi mengatakan, “Buku ini karya
Muhammad bin Abdul Wahab”.


فقال
العالم الهندي مغضبًا وبصوت عال: الكافر. فسكتنا وسكت قليلاً. ثم هدأَ
غضبه فاسترجع. ثم قال: إن كان هذا الكتاب له فقد ظلمناه. ثم إنه صار كل يوم
يدعو له ويدعوا معه تلاميذه وتفرق تلاميذ له في الهند وإذا فرغوا من
القراءة دعوا جميعًا للشيخ ابن عبدالوهاب. اهـ.………(تقرير) (5)


Sang ulama India tadi dengan marah dan bersuara keras
berkomentar, “Yang kafir itu?”. Kami hanya diam dan dia pun dian sesaat.
Setelah amarahnya mereda dia mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi
rajiun. Kemudian beliau mengatakan, “Jika buku ini adalah karyanya maka
sungguh kami telah menzaliminya”. Setelah itu setiap hari beliau
mendoakan kebaikan untuk Muhammad bin Abdul Wahab bersama murid
muridnya. Murid muridnya pun tersebar ke seluruh India. Mereka semua
setiap kali selesai memberi pengajian juga selalu mendoakan kebaikan
untuk Muhammad bin Abdul Wahab” [Majmu Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad
bin Ibrahim 1/61, Syamilah].

sumber www.ustadzaris.com

Kamis, 22 Maret 2012

HAKIKAT TAQWA



Takwa sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap jum’at para khotib menyerukan takwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan benar dan pas.

Pengertian Takwa

Untuk mengenal hakekat takwa tentunya harus kembali kepada bahasa Arab, karena kata tersebut memang berasal darinya. Kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung.

Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’i adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.Dengan demikian maka bertakwa kepada Allah adalah rasa takut kepada-Nya dan menjauhi kemurkaan-Nya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaan-Nya dengan mentaat-iNya dan mencari keridhoan-Nya.Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. 

Dengan ketakwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam detiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakikatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzab-Nya.Sangat pas sekali definisi para ulama yang menyatakan ketakwaan seorang hamba kepada Allah adalah dengan menjadikan benteng perlindungan diantara dia dengan yang ditakuti dari kemurkaan dan kemarahan Allah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Berikut ini beberapa ungkapan para ulama salaf dalam menjelaskan pengertian takwa:
  1. Kholifah yang mulia Umar bin Al Khothob pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang takwa. Ubai bertanya: Wahai amirul mukminin, Apakah engkau pernah melewati jalanan penuh duri? Beliau menjawab: Ya. Ubai berkata lagi: Apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak kedua telapak kakiku. Saya majukan satu kaki dan mundurkan yang lainnya khawatir terkena duri. Ubai menyatakan: Itulah takwa.[1]
  2. Kholifah Umar bin Al Khothob pernah berkata: Tidak sampai seorang hamba kepada hakekat takwa hingga meninggalkan keraguan yang ada dihatinya.
  3. Kholifah Ali bin Abi Tholib pernah ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab: Takut kepada Allah, beramal dengan wahyu (Al Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk menhadapi hari kiamat.
  4. Sahabat Ibnu Abas menyatakan: Orang yang bertakwa adalah orang yang takut dari Allah dan siksaanNya.
  5. Tholq bin Habib berkata: takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena mengharap pahalaNya dan meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya dari Allah karena takut siksaanNya
  6. Ibnu Mas’ud menafsirkan firman Allah:  اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: “Taat tanpa bermaksiat dan ingat Allah tanpa melupakannya dan bersyukur.
Takwa ada dikalbu.

Takwa adalah amalan hati (kalbu) dan tempatnya di kalbu, dengan dasar firman Allah Ta’ala:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. (QS. 22:32) . dalam ayat ini takwa di sandarkan kepada hati, karena hakekat takwa ada dihati.

Demikian juga firman Allah:

Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. (QS. 49:3)

Sedangkan dalil dari hadits Nabi shallallahualaihi wasallam tentang hal ini adalah sabda beliau:

التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا ويُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ [ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ] بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ وَعِرْضُهُ

“Takwa itu disini! Takwa itu disini! Takwa itu disini! –dan beliau mengisyaratkan ke dadanya (Tiga kali). Cukuplah bagi seorang telah berbuat jelek dengan merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim diharamkan atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan dan hartanya.” (HR Al Bukhori dan Muslim) 

Juga hadits Qudsi yang masyhur dan panjang dari sahabat Abu Dzar. Di antara isinya adalah:

يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا

“Wahai hambaKu, seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah tidak menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaanKu.” (HR Muslim)

Dalam hadits ini ketakwaan disandarkan kepada tempatnya yaitu kalbu. Namun walaupun ketakwaan adalah amalan hati dan adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan dinyatakan dengan amalan anggota tubuh. Siapa yang mengklaim bertakwa sedangkan amalannya menyelisihi perkataannya maka ia telah berdusta.Ketakwaan ini berbeda-beda sesuai kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman Allah:

فاتّقوا اللّهَ ما استَطَعتُم

“Bertakwalah kepada Allah semampu kalian.”

Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita ketakwaan yang sempurna.

__________________________________
[1] Al Jaami’ Liahkam Al Qur’an karya Al Qurthubi 1/162

Sumber: http://ustadzkholid.wordpress.com

Nasehat Bagi Para Wanita Lajang


Penulis: Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’ah Al-Muslimah

Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya:

Saya ingin meminta nasehat dari anda, Fadhilatusy Syaikh, pada satu masalah yang khusus bagi saya dan seluruh teman-teman saya dari kalangan wanita. Ketahuilah bahwa telah ditentukan oleh Allah bagi kami bahwa kami belum memiliki kesempatan untuk menikah, sementara kami telah melalui usia menikah dan mendekati usia lanjut.

Ini bisa diketahui dan bagi Allah segala pujian serta Allah-lah yang menjadi saksi atas perkataan saya ini. Padahal kami memiliki derajad akhlak dan seluruh dari kami telah meraih gelar kesarjanaan. Akan tetapi inilah nasib kami-Alhamdulilah-dan juga sisi materi, inilah yang menyebabkan tidak seorangpun berani untuk melakukan pernikahan dengan kami.

Sungguh keadaan pernikahan di negeri kami dilakukan atas kerja sama antara suami istri dengan pertimbangan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Saya mengharap nasehat dan petunjuk bagi diri saya dan teman-teman.

Jawaban :

Nasehat yang saya sampaikan kepada para wanita yang seperti ini keadaannya yang tertunda untuk menikah-sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh penanya-untuk berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berdo’a dan menundukkan diri kepada-Nya agar Ia berkenan menyiapkan untuk mereka para suami yang diridhai agama dan akhlak mereka. Bila seseorang jujur niatnya di dalam berdo’a dan berusaha menyingkirkan penghalang-penghalang terkabulnya do’a,maka sungguh Allah Ta’ala berfirman:


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku. (Al Baqarah:186)

“Dan Tuhanmu berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Ghafir:60)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengurutkan terkabulnya do’a setelah seseorang menyambut panggilan (ajakkan) Allah dan mengimaninya. Maka saya tidak melihat sesuatu yang lebih kuat dibanding sikap berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdo’a dan tunduk kepada-Nya serta menunggu jalan keluar dengan sabar.

Telah tetap riwayat dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya pertolongan (kemenangan) disertai dengan kesabaran, kelonggaran itu disertai dengan kesusahan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.” 


Bagi para wanita tersebut dan yang seperti mereka keadaannya, mohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia memudahkan urusan mereka dan disediakan bagi mereka pria- pria yang shaleh yang menginginkan kebaikkan agama dan dunia mereka. Allahu a’lam. (Fatawa Al Mar’ah hal.58)

( Dinukil dari Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’ah Al-Muslimah Bab Nikah wa Thalaq, Edisi
Bahasa Indonesia “Fatwa-Fatwa Ulama Ahlus Sunnah Seputar Pernikahan, Hubungan Suami Istri dan Perceraian, Penerbit Qaulan Karima Purwokerto/ Cet.I )

Senin, 19 Maret 2012

Hadits 22: Melaksanakan Syariat Islam Dengan Sebenarnya



HADITS KEDUAPULUH DUA


عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ

[رواه مسلم]


Terjemah hadits / ترجمة الحديث  :

Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary radhiallahuanhuma : Seseorang bertanya kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata : Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan saya tidak tambah sedikitpun, apakah saya akan masuk surga ?. Beliau bersabda : Ya.

(Riwayat Muslim)


Catatan :

* Seseorang yang bertanya dalam riwayat diatas adalah : An Nu’man bin Qauqal.


Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:

1.     Setiap muslim dituntut untuk bertanya kepada ulama tentang syariat Islam, tentang kewajibannya dan apa yang dihalalkan dan diharamkan baginya jika hal tersebut tidak diketahuinya.

2.     Penghalalan dan pengharaman merupan aturan syariat, tidak ada yang berhak menentukannya kecuali Allah ta’ala.

3.     Amal shalih merupakan sebab masuknya seseorang kedalam surga.

4.     Keinginan dan perhatian yang besar dari para shahabat serta kerinduan mereka terhadap surga serta upaya mereka dalam mencari jalan untuk sampai ke sana.


Media Muslim INFO Project | http://www.mediamuslim.info | Indonesia @ 1428 H / 2007 M

Minggu, 18 Maret 2012

Pengantar Ilmu Musthalah Hadits

 

Beberapa Istilah dari Lafadz Para Ahli Hadits

Hadits
Apa saja yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, pengakuan, maupun sifat beliau.

Khobar
Menurut pendapat yang shohih adalah searti dengan Hadits. Ada yang mengatakan bahwa hadits dan khobar itu berbeda, yaitu Hadits berasal dari Nabi sedangkan Khobar dari selain Nabi. Ada pula yang mengatakan Khobar itu lebih umum dari Hadits, sebab Khobar berarti berita yang berasal dari Nabi saja.

Atsar
Menurut pendapat yang kuat searti denga Hadits. Pendapat lain yaitu bahwa Atsar adlah Hadits Mauquf atau Hadits yang datangnya dari Sahabat.

Sunnah
Menurut pendapat sebagian ulama itu searti dengan Hadits. Pendapat lain bahwa Hadits itu khusus perkataan dan perbuatan Nabi sedangkan Sunnah adalah lebih umum meliputi perbuatan, perkataan, pengakuan dan sifat Nabi.

Matan
Bunyi suatu Hadits yang menjadi ujung penghabisan dari Sanad.

Sanad
Jalan yang menyampaikan kita kepada Matan.

Isnad
Menyampaikan Sanad hadits kepada orang yang mengatakan, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa isnad itu searti dengan Sanad.

Musnid
Orang yang meriwayatkan Hadits dengan menyebutkan namanya sekali.

Musnad
Adakalanya digunakan untuk menamai suatu kitab yang terhimpun didalamnya hadits-hadits yang diriwayatkan oleh seseorang/beberapa Sahabat, seperti Musnad Imam Ahmad Bin Hambal.

Muhhaddits
Orang yang menghafal banyak hadits dan mengetahui benar-benar sejarah dari keadilan atau tidaknya para perowi.

Hafidz
Orang yang hafal 100.000 hadits dengan sanadnya.

Hujjah
Orang yang hafal 300.000 hadits dengan sanadnya.

Hakim
Orang yang menguasai semua sunnah Nabi.



Dasar-Dasar Ilmu Hadits Riwayah

___________________________________
Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang membicarakan hal-hal yang diberitakan dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan, maupun kelakuan beliau sendiri. Dikenal dengan Ilmu Riwayah.

Topic yang dibicarakan adalah pribadi Nabi ditinjau dari sudut tertentu.

Tujuannya supaya terjaga dari kesalahan terhadap hal-hal yang diberitakan Nabi.

Penyusun pertama materi ini adalah Muhammad Bin Syihab Az-Zahri atas instruksi Kepala negara 'Umar Bin Abdul Aziz sesudah Nabi wafat.

Ilmu ini bersumber dari perkataan, perbuatan, pengakuan Nabi.

Hukum mempelajarinya adalah fardlu 'ain bagi pribadi dan fardlu kifayah bagi kebanyakan orang.

Ini adalah semulia-mulia ilmu pengetahuan sebab dengan ilmu ini dapat diketahui cara mengikuti Nabi.

Dasar-Dasar Ilmu Hadits Diroyah

_________________________________
Definisi Hadits Diroyah dikenal Ilmu Mustholah Hadits, yaitu ilmu untuk mengetahui Prikeadaan sanad, Matan hadits, Cara bagaimana menerima hadits dan menyampaikannya, serta Sifat-sifat para perawi, dsb.

Topik yang dibicarakan adalah tentang prikeadaan sanad atau matan, apakah sanad/matan tsb shohih atau hasan atau dhoif atau sesamanya?

Tujuan mempelajari agar bisa mengetahui mana hadits yang shohih dsb.

Penyusun jalan pertama kitab ini adalah AlQodli Abu Muhammad Al'hasan Bin Abdurrohman Ar-Romahur-muzi Radhiallahu Anhu

Sumber ilmu ini dari penyelidikan prikeadaan para perawi hadits .

Hukum mempelajarinya adalaha fardlu 'ain bagi pribadi dan fardlu kifayah bagi kebanyakan orang.

Ini adalah semulia-mulia ilmu, sebab dari ilmu ini bisa diketahui mana hadits yang harus diterima dana mana pula hadits yan gharus ditolak.


Macam Hadits Shahih, Syarat dan Klasifikasinya

______________________________________________

Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yang dimaksud dengan hadits shahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal. Dalam kitab Muqaddimah At-Thariqah Al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi hadits shahih itu adalah hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Qur’an.

B. Syarat-Syarat Hadits Shahih

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:
  1. Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
  2. Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
  3. Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
  4. Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits)
  5. Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.
Contoh hadits shahih:
Hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, yang berkata:
حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعيم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم قرأ في المغرب بالطور حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعيم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم قرأ في المغرب بالطور

Artinya: “Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah ibn Yusuf, yang berkata telah mengkhabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad ibn Jubair ibn Muth’im, dari ayahnya, yang berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah ath-Thur pada waktu shalat maghrib.”
Hadits ini shahih, karena:
1. Sanad-nya bersambung, sebab masing-masing rawi yang meriwayatkannya telah mendengar hadits tersebut dari gurunya. Sedangkan adanya ‘an’anah (hadits yang diriwayatkan dari gurunya dengan menggunakan lafazh ‘an), yaitu Malik, Ibn Syihab dan Ibn Jubair, termasuk bersambung, karena mereka bukan mudallis. Mudallis adalah orang yang terbiasa menyembunyikan cacat yang ada pada sanad, jika seorang mudallis meriwayatkan dengan cara ‘an’anah maka haditsnya tertolak.
2. Para periwayatnya tergolong ‘adil dan dhabith. Kriteria mengenai para rawi hadits ini telah ditentukan oleh para ulama al-Jarh wa at-Ta’dil (ulama yang meneliti ke-tsiqah-an para periwayat hadits), yaitu:
- Abdullah ibn Yusuf: orangnya tsiqah dan mutqin (cermat).
- Malik ibn Anas: imam sekaligus hafizh.
- Ibn Syihab az-Zuhri: orangnya faqih, hafizh, disepakati tentang ketinggian dan kecermatannya.
- Muhammad ibn Jubair: tsiqah.
- Jubair ibn Muth’im: shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

C. Klasifikasi Hadits Shahih
  1. Hadits Shahih li-dzatih yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas.
    Contoh:
    Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan berhajji.”
  2. Hadits Shahih li-ghairih yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
    Contoh:
    Seandainya aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR Bukhari Muslim)
    Hadits ini bila kita riwayatkan dari Bukhari dan Muslim, menjadi hadits yang shahih dengan sendirinya. Karena keduanya meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz (117 H) dari Abi Hurairah ra. Isnad ini dengan jelas menetapkan keshahihan hadits.
    Namun bila kita lihat lewat jalur periwayatan At-Tirmizy, maka hadits ini statusnya menjadi shahih li ghairihi (menjadi shahih karena ada hadits lainnya yang shahih). Berbeda dengan Bukhari dan Muslim, At-Tirmizy meriwayatkan hadits ini lewat jalur Muhammad bin Amir yang kurang kuat ingatannya. Lalu lewat jalur Abu Salamah dari Abu Hurairah ra. Maka segala riwayatnya dianggap hasan saja. Namun karena ada riwayat yang shahih dari jalur lain, maka jadilah hadits ini shahih li ghairihi.
D. Kedudukan Hadits Shahih
Sebenarnya di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat lagi. Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak rendah.
Semuanya disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya. Demikian juga dari sisi ‘adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.
Kalau kita susun berdasarkan kriteria itu, maka kita bisa membuat daftar berdasarkan dari yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.
  1. Ashahhu’l-asanid
    Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah:
    • Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang tabi’i yang jalil) dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).
    • Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi Thalib ra.
    • Ibrahim an-Nakha’i dari ‘Alqamah dari Ibnu Mas’ud ra.
    Al-Bukhari mengatakan bahwa ashahhul asanid adalah sanad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah mengatakan bahwa Ashahhul asanid adalah sanad Az-Zuhri dari Ali bin Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).
  2. Muttafaq-‘alaihi
    Yaitu hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits, Bukhary dan Muslim. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan mereka berdua sepakat menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits yang berstatus muttafaq alaihi ini adalah ‘Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600H).
  3. Infrada bihi’l Bukhary
    Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkan.
  4. Infrada bihi’l Muslim
    Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhary tidak meriwayatkan.
  5. Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim
    Hadits Shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status seperti ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.
    Dikatakan demikian karena ada hadits tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih Bukhari atau kitab Shahih Muslim, namun memiliki perawi yang terdapat di dalam kedua kitab itu. Karena perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih juga, namun dengan tambahan kata ‘ala syarti albukari wa muslim.
  6. Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Bukhary
    Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak meriwayatkannya.
  7. Shahihun ‘ala syarthi’i’l-Muslim
    Hadits Shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.
  8. Hadits Shahih lainnya
    Yaitu yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim