Kemarin saat saya diminta Nenek
untuk menjadi petugas registrasi dalam pernikahan saudaranya, saya banyak
mikir... dengan alasan mengajar saya menolak permintaan beliau padahal memang
jadwal saya mengajar malam itu.
Bersamaan pula dengan resepsi pernikahan dosen saya yang digelar di gedung yang berbeda, dan saya juga diminta untuk menjadi pagar ayu disana meskipun sudah kutolak sejak awal.
Tapi entah kenapa sabtu pagi Wiwi, murid saya menelfon untuk tidak bisa belajar nanti malam. Ah, ini artinya aku harus tetap pergi memenuhi permintaan nenekku. Apalagi setelah mencari sana-sini, orang yang dibutuhkannya belum cukup. Sebenarnya saya malas, kenapa?
Bersamaan pula dengan resepsi pernikahan dosen saya yang digelar di gedung yang berbeda, dan saya juga diminta untuk menjadi pagar ayu disana meskipun sudah kutolak sejak awal.
Tapi entah kenapa sabtu pagi Wiwi, murid saya menelfon untuk tidak bisa belajar nanti malam. Ah, ini artinya aku harus tetap pergi memenuhi permintaan nenekku. Apalagi setelah mencari sana-sini, orang yang dibutuhkannya belum cukup. Sebenarnya saya malas, kenapa?
Dalam acara pernikahan adat, apalagi
di keluarga saya yang masih cukup kental ritual keadatannya, saya harus
berperang melawan nurani saya yang banyak tidak menyetujui ritual-ritual yang
menurut pemahaman saya hanya mubadzzir dan tidak sesuai syariat.
Baju yang disiapkan alhamdulillah
tidak terlalu macam-macam. Karena tidak disiapkan jilbab, maka inilah yang
menjadi masalah, saya harus mencari jilbab yang cocok dengan warna baju.
Nenekkku sudah menawarkan jilbabnya yang pendek sampai leher, adduh.. mengapa
beliau masih berpikir saya akan menggunakan jilbab seperti itu ya?
Alhamdulillah lagi.. untungnya tante
ada yang punya jilbab warna pink yang cocok dengan motif sarungnya. Jilbabnya
tipis sekali, dan aku lagi-lagi lupa membawa jilbab untuk melapisi. Untungnya
lagi, nenekku masih punya jilbab pink.. jadilah jilbab itu aku lapis dua. Dan
tentu saja saya menjadi pusat perhatian dengan menggunakan jilbab yang berlapis
dua. Belum lagi jilbab yang saya urai...
“Hiasan bajunya tertutupi jilbab
dong?” kata tante dan nenek saya.
Aku hanya terdiam, mereka sudah
berulang kali mempertanyakan ini. Dan aku pun telah menjelaskannya jauh lebih
sering... ini juga yang jadi salah satu alasan saya tidak mau lagi mengikuti
permintaan nenek. Belum lagi disuruh make up di salon. Uh...!
Dengan alasan semua itu akan membuat
wajah saya rusak mereka mau menerima...
Mengapa mereka masih saja
mempermasalahkan jilbabku?
Aku berjilbab bukan karena paksaan
siapa-siapa. Tiada niat selain meraih ridho Allah dengan menjalankan
perintah-Nya. Saya kan muslimah? Dan seorang muslimah wajib menutup auratnya!
Sejak SD saya sudah memiliki
keinginan besar untuk memakai jilbab. Entah mengapa! Padahal di keluargaku
masih minim yang meggunakan jilbab, mama saja belum pakai jilbab.
“Ma, saya mau sekolah SMP nanti di
sekolah yang wajib memaki jilbab, tapi saya tidak mau sekolah di SMP Islam
Batu-batu (Sebutan untuk Madrasah Tsanawiyah yang ada di kampungku)”
Inilah mungkin jalan yang
ditunjukkan Allah, hingga akhirnya Mama bertemu dengan sepupu jauhnya yang
bersekolah di Pesantren dan sedang bertugas Ramadhan di kampung saya. Paman tersebut
menawarkan kalau aku di sekolahkan di Pesantren Yasrib saja, tempat dia
bersekolah. Maka semakin sempurnalah niat saya untuk menggunakan jilbab...
Beberapa sepupu saya yang ketika
ditanya, mengapa belum berjilbab? Ada yang menjawab, masih menunggu kata hati,
ada pula yang mengatakan masig belajar untuk menjilbabkan hati takutnya nanti
buka pasang jilbab atau apa kata orang-orang kalau saya pakai jilbab sementara
sikap saya masih begini-begini?
Ach, semuanya tidak akan pernah jadi
kalau menunggu sempurna dulu baru mau melakukan sesuatu...
Saya menulis ulang perkataan dari
Mbak Asma Nadia, salah satu penulis favorit saya:
“Berjilbab tidak berarti kamu
sempurna, tapi semoga menjadi awal untuk membuktikan kesungguhanmu
menyempurnakan diri dihadapan-Nya.”
_________ Colly Poejie__________
Siang hari di masjid Salman ITB. Saat sedang
merapikan jilbab, seorang anak kecil berusia sekitar 5-6 th (perkiraanku) tiba2
datang menhampiri (mungkin sebelumnya dia sudah memperhatikan aktivitas yang
sedang ku lakukan) dan dengan gaya polosnya langsung bertanya “teh, kenapa
kepalanya ditutup ama kain ini ?” sambil menunjuk ke jilbabku.
Mendadak mendapat
pertanyaan seperti itu, aku jadi sedikit muter otak untuk ngasi jawaban
yang kira2 bisa dimengerti oleh anak seusia dia .. Sambil mikir
jawabannya, dikepala ku juga muncul komentar2 tentang dia
“mmmm, anak yang lucu, sepertinya cerdas,
berani, ….tapi orangtuanya mana ya, kog anaknya dibiarin seliweran sendiri ??”
Karena belum dapat ide yang bagus untuk menjawab
pertanyaannya, aku jadi balik bertanya ” nah, adek sendiri kenapa kepalanya
ditutup juga pake jilbab ? ” *lumayan ngulur waktu buat nyari kalimat2
yang tepatnya
dengan lancar kalimat2 penjelas itu keluar dari
mulutnya “ini ummi yang make-in, kata umi kalau perempuan keluar rumah
harus pake ini … dan supaya gak digangguin orang jahat juga .. supaya jadi
cantik juga … ” . Nia mau aja, nia mau jadi anak baik, ikut yang
dibilangin umi. Tapi sekarang panasss .. hareudang teteh … boleh gak kalau
dibuka ya ??? biasanya umi gak ngebolehin …. kalau di dalam rumah boleh gak
pake … “
ooo.. begitu … ternyata dia lagi nyari dukungan
untuk buka jilbabnya sebentar karena lagi panas
teteh hareudang ?? kalau teteh hareudang,
dibuka gak ???
Baiklah adik kecil, aku sudah mendapatkan
keywords nya … semoga kalimat2 sederhanaku bisa dimengerti ….
“sini duduk dekat teteh …oh ya umi nya
mana ?? “ … “itu..” dan dia pun menunjuk salah satu perempuan
yang sedang rukuk di barisan yang sedang shalat .. kalau Nia udah beres
shalatnya .. cepet2 tadi … heheheh”
Ooo begitu … dugaan pertamaku tadi semakin
kuat tentang dia … cerdas, dan berani. Baiklah akan kumulai menjawab
pertanyaan2 mu adek kecil.
iya kalau perempuan, islam, sudah gede memang
harus make … Allah yang suruh … teteh juga pake karena mau jadi baik juga …
nurut sama yang diperintahin Allah … karena udah biasa pake, jadi
nggak ngerasa hareudang lagi … Kalau lagi dluar, ya harus dipake terus,
tapi karena Nia masih kecil, jadi boleh aja dilepas kalau Nia panas, ntar
dipake lagi . Tapi kalau dipake terus, ya lebih bagus lagi …kalau teteh .. udah
gak boleh dilepas kalau lagi diluar begini … (Ditatap dengan mata yang
bulat, pipi yang rada tembem, aku jadi pengen nyubit pipinya )
“ooh gitu ya teh …” .. udah ah … umi shalat,
Nia lepas .. umi beres shalat .. Nia pake … dan tangannya pun siap2 mau
melepas jilbabnya. Tapi berhenti sebentar … dan menurunkan tangannya lagi dan
berkata ” tapi Nia cantikan kalau pake ini deh .. daripada gak pake..” ya udah
deh .. pake aja … “
heheheh … dasar anak kecil, tidak sampai
sepersekian menit, keputusannya sudah berubah
“oh iya bener … orang akan jadi semakin
cantik kalau dia make jilbab ” dengan nada meyakinkan aku menimpali
kata2nya …. *ya jadi sedikit narsis meng-claim diri sendiri juga gpp lah
… “
Tak berapa lama seorang ibu mendekati ku sambil
tersenyum dan bilang ” makasih teh, udah nemenin anak saya .. dia suka nanya
dan gak takut dengan orang yang baru dikenalnya” ..Mari teh .. saya duluan ..
sambil menggandeng tangan anaknya bersiap2 keluar masjid.
“oh iya gpp bu .. tadi kami ngobrol tentang
jilbab, dia lagi kepanasan dan pengen ngelepas jilbabnya bentar…”Mari …
Aku jadi ingat pengalaman pertamaku berjilbab.
Kelas 2 SMP, abangku sudah meminta ku untuk berjilbab, dan dengan alasan yang
macam2 itu kutolak mentah2. “Susah .. harus bikin seragam sekolah baru
lagi”, beli baju 2 baru yang lengan panjang” Walau sudah dijanjikan
” Kalau kamu mau sekarang berjilbab, sekarang juga abang belikan semuanya,
seragam, baju, celana, rok dan jilbabnya, berapapun yang kamu mau”
(*waduh … abangku ternyata tidak main2 dengan permintaannya *). Ku
keluarkan alasan2 lainnya “panas”, “belum bisa pakai jilbab”., bla bla bla.. .
Intinya bukan dialasan itu menurutku, tapi hatiku sendiri sepertinya yang belum
siap dan malas ..
Masuk SMA, pikiranku berubah. AKU INGIN
BERJILBAB. Alasannya sederhana, cukup dengan kata SUKA. Aku juga tidak tau
kenapa tiba2 bisa jadi seperti itu – entah kesambet jin apa. Saat itu, aku
benar2 belum tau kalau berjilbab itu adalah suatu kewajiban bagi seorang
muslimah. Orangtuaku tidak melarang, tidak memaksa, cuma berpesan “kalau udah
sekali pake, jangan dibuka lagi” … “Siap” kataku dengan cepat. Walau
tawaran abangku yang dulu sudah expired … tidak masalah …. aku siap dengan
jilbab putih seadanya … baju panjang yang jumlahnya terbatas … gpp ..
Intinya saat itu, aku merasa senang dengan jilbabku,
merasa lebih terlindungi .. Kalau ada pertanyaan ” jelaskan keuntungan
dan kerugian memakai jilbab” maka akan kujawab ” keuntungannya ada banyak ..
kerugiannya tidak ada”.
“rambut jadi rontok, terlihat lebih tua,
ketinggalan zaman gak bisa ikut tren model2 pakaian.. ” menurutku gak juga …
itu cuma mitos…
Justru … orang akan lebih terlihat lebih anggun
dengan berjilbab (versi mataku melihat ya ). Ada banyak artikel
ilmiah yang ditulis (silahkan di search di mbah google) tentang pentingnya
menutup kulit jika sedang diluar rumah, menjaga kulit dari sinar matahari yang
bersifat merusak dst (kalau mau melihat keuntungan berjilbab dari sisi
ilmiahnya”). Berdandan juga yang gak perlu ribet2, gak harus ke salon atur2
model rambut setiap ada acara – penghematan .. hehehe , lebih praktis
(ekstrimnya : kalau rambut belum disisir sekalipun .. mau ketemu orang ..
langsung pake jilbab-udah beres .. toh ketutup ini ). Kalau pas lagi jalan,
orang ngisengin juga beda kalimatnya dengan orang yang tidak berjilbab, (yang
ngisengin juga liat2 orang yang diisengin sptnya) misal : “assalamu’alaikum bu
haji .. mau kemana” … atau “aduh jadi gak enak, ada anak pesantren mau lewat “
(walau tetap tidak enak diisenginnya, ku aminkan di dalam hati saja .. amin deh
kalau ntar jadi bu haji beneran … amin deh kalau dibilang anak pesantren”.
Tapi inti dari semua itu .. itu bukti kepatuhan
….
Dan jika ada yang bilang ” jilbab itu gak ngejamin
kalau orang yang makenya orang baik.. ” Ya .. tidak ada jaminan untuk itu ..
tapi bukan jilbabnya yang salah .. tapi orang nya …. Kalau ada yang bilang
“jilbab hati yang paling penting” .. ya benar .. tapi kenapa tidak sekaligus
dua2nya ??? Jilbab kepala dipake .. hati juga “dijilbab”
“Ya Allah … karuniakan pada ku ilmu yang
bermanfaat dan dengan itu semoga aku pun bisa semakin tahu aturan dan larangan
Mu , menjadi tau makna dibalik perintah berjilbab Mu ini ‘
_______________ fitri susanti
__________________
Jujur, saya tak tahu persis kenapa saya mulai mengenakan jilbab. Pasalnya, ketika itu Mama, adik perempuan serta saudara-saudara dekat saya di Jakarta belum ada yang berjilbab. Saya tidak mengalami near death experience yang biasanya manjur bikin orang bertobat. Saya tidak bermimpi didatangi malaikat yang menyuruh saya berjilbab (saya pernah dengar cerita semacam ini lho..). Saya tidak tergabung dalam organisasi Islam.
Kejadian yang paling mungkin mempengaruhi saya adalah umrah yang saya lakukan beberapa bulan sebelum saya berjilbab. Tapi persisnya apa, dimana, bagaimana, saya tak tahu.Maka, ketika orang-orang menanyakan alasannya, sebenarnya sih saya juga bingung mau jawab apa.
Saya pun ketika itu bukan orang yang terlalu religius (well, sekarang mungkin juga nggak terlalu sih, tapi dibandingin dulu sih insyaallah udah mendingan). Saya tidak biasa mengucapkan Assalamu'alaikum sebagai sapaan sehari-hari, misalnya. Shalat saya pun masih suka bolong-bolong. Jarang mengaji, malas ikut ceramah tarawih, suka pakai kaos ketat, sering berbohong, dan hal-hal lain yang membuat saya tidak layak dikategorikan sebagai umat muslim yang alim dan manis deh.
Entah dimana turning pointnya. Semuanya seperti proses saja. Well, umrah memang sedikit banyak memberi pencerahan. Pulang dari tanah suci saya memang jadi banyak memikirkan tentang agama. Betapa jauhnya saya dari Tuhan, betapa banyak larangan yang sudah saya langgar.
Saya ingin menjadi lebih baik, begitu niatan awalnya.
Lalu entah bagaimana sampailah concern saya tentang jilbab. Beberapa hari saya pikirkan dan saya tanyakan secara tersirat kepada teman-teman yang sudah berjilbab. Hingga suatu hari saya mengsms teman saya menanyakan, perintah berjilbab ada di surat mana ayat berapa sih?
Dijawab teman saya, Al-Ahzab: 59. Saya segera cari di Al-Qur'an. Ah ya, ada. Biarpun bahasanya agak berat buat saya. Membaca ayat-ayat itu sebenarnya masih agak bias untuk pikiran saya. Ragu apakah ini benar-benar wajib? Iya. Entah berapa proporsinya, tapi iya ragu itu ada.Tapi kemudian saya balik pola pikir saya: 'kenapa enggak?'
"Worst case"nya adalah jilbab itu wajib sehingga saya beresiko berdosa bila tidak menaatinya. Coba saya metaforakan. Katakanlah saya sedang mengambil sebuah mata kuliah. Sang dosen memberikan tugas A, B dan C yang bila ada satu saja lalai dikerjakan maka saya tidak akan lulus. Lalu, di tengah semester dosen ini memberikan tugas D. Tak dijelaskan apakah tugas ini akan mempengaruhi lulus/tidaknya saya karena, katakanlah, pada hari tugas itu diberikan saya bolos. Sehingga saya tidak memperoleh keterangan lengkap tentang makna dari tugas D ini. Masalahnya tugas D ini agak sulit dan saya harus mengorbankan 2 weekend untuk mengerjakannya.
Apa yang akan saya lakukan? Melalaikan tugas itu dengan resiko tidak lulus, atau mengerjakan tugas itu, mengorbankan 2 weekend namun nilai akhir saya lebih terjamin? Rasanya sih saya pilih opsi kedua, karena worst case nya adalah tugas D akan mempengaruhi kelulusan saya.
Nah, hal yang sama berlaku disini. Resikonya adalah saya berdosa bila tidak berjilbab. Namun bila saya berjilbab maka ada beberapa hal yang berubah (dan mungkin tidak enak). Saya coba list apa sih hal-hal yang akan membuat saya menyesal bila berjilbab. Daftar itu berisi hal-hal semacam ini:
1. Repot.
2. Panas.
3. Nggak bisa pakai baju sesuka hati.
4. Nggak enak kalau ke tempat-tempat hura-hura.
5. dst.
Yah, pokoknya semacamnyalah. Setelah saya analisis (jjjiiee..), ternyata menurut saya resiko yang bisa saya dapat tidak sepadan dengan kesenangan yang saya peroleh. I couldn't think a single reason (that really matters) why I shouldn't wear jilbab. And then I started to wear it.
Ah ya, beberapa orang berpendapat lebih baik menjilbabi hati dulu sebelum menjilbabi kepala. Saya hormati hak siapapun yang punya pendapat demikian. Tapi menurut pendapat saya tidak demikian (and because this is my blog, I want to write about my opinion, so suck it up! ha ha).
Berjilbab physically itu mudah. Percaya deh. Anda hanya perlu melilitkan kain di kepala, mengenakan baju dan celana lengan panjang yang tidak transparan dan ketat-ketat (amat). Piece of cake! Semua orang bisa melakukannya.
Berjilbab secara fisik itu mudah. Yang sulit adalah menjilbabi hati. It might be the hardest thing to do in life. It is, for me. Sampai saat ini saya masih belum mampu mensterilkan hati saya dari iri, malas, dengki, dendam, buruk sangka, sombong, malas (did i mention 'malas' twice?) dkk. Tiap hari pasti ada yang mampir. Tiap hari.
Tapi apakah karena saya belum bisa menjinakkan hati makanya saya tidak menjinakkan aurat? Masalahnya, saya tidak tahu kapan saya bisa menjinakkan hati saya. Mungkin tidak akan pernah bisa. Tuhan selalu membolak-balikkan hati manusia, bukan? Lagipula ketika saya merasa bahwa hati saya telah steril, bukankah itu artinya juga sombong ya? Kayak nge-looping.
Saya tidak melihat bahwa setelah hati bersih barulah saya berjilbab. Bukan, jilbab itu bukan tujuan kalau buat saya. Jilbab adalah alat yang saya gunakan agar hati saya bisa (lebih) bersih.
Makanya, kalau menurut saya sih, berjilbab bukan jaminan lebih bersih hatinya dari yang tidak berjilbab. Pada kasus saya, berjilbab berarti saya ingin menjadi lebih baik tapi saya juga mengakui bahwa saya butuh bantuan dari orang-orang sekitar saya agar sampai kesana. Kasarnya, saya minta dicemooh kalau saya kedapatan mencontek atau berkata kasar atau tidak shalat atau terlalu lengket sama yang bukan muhrim atau hal-hal lainnya. Persis seperti reminder. Mungkin reaksi pertama adalah malu pada masyarakat.
Tapi, salahkah? Menurut saya sih tidak. Yang penting tujuannya, saya tidak melakukan hal-hal tidak terpuji, tercapai. Orang lain tidak terluka. Masalah niat itu urusan saya dengan Tuhan. Daripada niatnya sudah tidak betul, menyakiti orang lain pula. Combo double deh. Hehe.
Buat orang lain mungkin remindernya bisa macam-macam. Kalung bertuliskan ayat Al-Qur'an kek, tato henna bertuliskan Allah kek, bisa jadi apa saja. Saya memilih jilbab karena itu yang paling terasa dan terlihat. Tiap kali saya bercermin. Tiap kali saya menggaruk kepala, leher atau telinga. Tiap kali melihat lengan dan kaki yang terbungkus hingga pergelangan. Semuanya mengingatkan bahwa saya punya cita-cita untuk menjadi umat muslim yang lebih baik. Ada yang harus dikerjakan dan ada yang harus dihindari. Ada kiamat yang akan datang. Ada banyak dosa yang telah saya lakukan. Jilbablah yang menjadi remindernya. Meskipun tidak selalu saya dengarkan sih.
_________________
floresiana yasmin _________________
Perintah Memakai Hijab
Sahabat muslimah…, berhijab ini berkaitan dengan
keadaan tubuh secara fisik. Maka tidak ada istilah “yang penting
hatinya dulu yang berhijab, baru kemudian badannya yang berhijab”.
Sungguh telah jelaslah perintah Alquran dan Assunnah mengenai hijab ini, yang
mana kaitannya adalah dengan badan, bukan hati. Karena hati memiliki pengaturan
sendiri, dan badan pun (secara fisik tampak luar) memiliki pengaturan
tersendiri, tidak dapat dicampur-adukkan.
Agar lebih memberikan penjelasan
bagi sahabat muslim sekalian, berikut ini adalah tafsiran ayat Alquran
oleh Imam Ibnu Katsir mengenai perintah berhijab.
Alloh Subhanahu wa Ta’alaa berfirman
dalam surah Al-Ahzaab (33) ayat 59,
Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyuruh para wanita mukmin seluruhnya, begitu juga kehususan perintah kepada isteri-isteri dan anak-anak beliau karena kemuliaan mereka, untuk menjulurkan atau menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Tujuannya
agar mereka mudah untuk dikenali dari para wanita jahiliyah dan hamba-hamba
sahaya perempuan. Jilbab sendiri adalah sejenis selendang panjang yang
diletakkan melapisi kerudung. Penafsiran jilbab seperti ini dikemukakan oleh
Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, al-Hasan al-Bashri, S’aid bin Jubair, Ibrahim an-Nakha’i,
‘Atha’ al-Khurasani dan banyak ulama lainnya. Jilbab pada saat sekarang adalah
sama dengan izar (kain). Al-Jauhari berkata, “Jilbab adalah kain yang
menutupi seluruh tubuh”.
‘Ali
bin Abi Thalhah menuturkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallohu’anhumaa, ia
berkata, “Allah memerintahkan para wanita mukmin, bila mereka keluar dari
rumah-rumah mereka untuk sebuah keperluan, hendaknya mereka menutupi
wajah-wajah mereka dari atas kepala mereka dengan jilbab. Hingga yang tampak
dari mereka adalah sebuah biji mata saja”. (Ath-Thabari, XX/324)
Muhammad
bin Sirin berkata, “Aku bertanya kepada ‘Ubaidah as-Salmani tentang firman
Allah Subhanahu wa Ta’alaa, “Hendaknya mereka mengulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka.”, maka ‘Ubaidah langsung menutup wajah dan
kepalanya serta menampakkan mata kirinya saja.” (Ath-Thabari, XX/325)
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’alaa, “Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”, yakni,
jika mereka menutupkan jilbab ke seluruh tubuh, niscaya akan mudah dikenal
bahwa mereka itu adalah wanita-wanita mukmin yang merdeka. Mereka bukan hamba
sahaya dan bukan pula pelacur, dan mereka tidak akan diganggu.
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’alaa, Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”, atas segala dosa dan kesalahan yang mereka lakukan di
zaman jahiliyah, karena mereka melakukan itu semua tanpa pengetahuan agama.
Dan Ramadhan adalah moment paling
tepat untuk memulai niat baik ini (berjilbab)…, Kuatkan niat kalian saudariku
yang masih belum mengenakan jilbab, percayalah…, tidak ada kesempurnaan yang
kalian tunggu dan kalian jadikan alasan untuk menunda berjilbab, coba fikirkan
jika pada saat kalian masih saja dalam “menunggu kesempurnaan” itu, tiba – tiba
ajal menjemputmu, maka sempatkah kalian mengenakan jilbab itu…???
Smoga bermanfaat untuk sahabat - sahabat muslimah...
Yuk kita sambut Ramadhan dengan sebuah perubahan (Hijrah) ke jalan yang lebih baik lagi, jalan hamba - hamba yang beriman dan bertaqwa...
Jakarta, 14 Sya'ban 1433 H
_____Abie sabiella____
Tidak ada komentar:
Posting Komentar