Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari
umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya
sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling
paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita
harus merujuk.
Manhaj Salaf,
bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata;
manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang
bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63,
Al Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja
yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka
itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu
Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam
terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat)
dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As
Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul
Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj
salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah,
yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam
yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang
mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy,
jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As
Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj
salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut
dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al
Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul
Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di
saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun
Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana
yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash),
disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong
dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam
hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth
Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al
Madkhali).
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh
organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai
tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita
bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush
Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita,
walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang
dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang
erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena
demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian
pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di
dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian
jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar
mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:
1. Allah Subhanahu Wa
Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang
mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang
yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam
mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang
lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih
berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang
Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan
bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka
itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak
menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan
“orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa
dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya
mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang
mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar
dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha
mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang
benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang
Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya
orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan
dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah
menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang
dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena
mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa
yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami
(darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau
terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan
(jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya,
menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka
benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui
merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (Al Marqat
fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya
(menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red)
adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah
jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan
orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan
orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya
kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini
adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf),
dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti
selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau
tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul
Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa
bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka
Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang
terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan
Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka
kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah:
100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha
dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar
(As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala
mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu
dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti
jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan
ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka
dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan
kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan
bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan
jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ Artinya : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).” [QS Al Baqoroh: 137]
Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah
sebagai berikut:
1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku
nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu
wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al
Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya
dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At
Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin
Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455). Dalam hadits ini dengan
tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu
banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang
mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin
(Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam
Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
-sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’
Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi
mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian
itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah
nabi mereka atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci,
yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).
2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus
ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas
kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan
mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti
itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz
Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas):
“Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf
Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al
Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah
Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad
bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda
dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di
dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil
yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini
tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla
menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang
memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada
umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini
secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah
disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di
masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj
salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari
“sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan
terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka,
kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’.
Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.”
(Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu
Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits
ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas
menjelaskan tentang tiga perkara:
– Pertama, bahwa umat Islam
sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang
berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk
ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam
masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta
Alam.
– Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan
mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan
penyimpangan.
– Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah
menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia
hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam
hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh
Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj
salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu
jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu
kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus
diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
1. Manhaj salaf
adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2.
Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, yang berakibat
akan diberi keleluasaan untuk
bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3.
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti
mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh
dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4. Manhaj salaf adalah
manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan
pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul
Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam.
5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah
sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan
senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu
Wa Ta’ala.
6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah
golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang
ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika:
1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata:
“Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang
menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu
walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy
Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63).
2. Al Imam Abu Hanifah An
Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan
yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang
diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq,
karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis
Salaf Sabilun Najah, hal. 54).
3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani
berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih
dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar
li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).
4. Al Imam
Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat
dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah
fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li
Ahlil Hadits, hal. 88)
5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang
menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat,
3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah,
hal. 57).
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi
siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar
kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena
manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata:
“Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’
Fatawa, 4/155).
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk
mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini,
mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya
dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu
bish shawaab.
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al Atsari, Lc,
judul asli Mengapa Harus Bermanhaj Salaf, rubrik Manhaji, Majalah Asy
Syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar