Senin, 27 Januari 2014

Spesies “Cabe – Cabean”

Di Indonesia yang kaya akan kata slangnya, sewaktu menjelang tahun 2014 sampai sekarang, ada yang lagi nge-hits banget lho selain Farhat Abas. 

Setelah "spesies" narsis, alay, jablay, dan lebay, muncul lagi nih satu yang baru. Hebatnya, "spesies baru" yang disinyalir hasil perkawinan silang Alay dan Narsis ini bisa menyaingi sensasinya Om Farhat. 

Heboh dan menjadi tren mutakhir di kalangan remaja saat ini. Namanya, Cabe-cabean.

Istilah terbaru ini tidak jelas siapa yang mempopulerkannya dan juga apa pengertian resmi dan baku dari "spesies" ini. Istilah cabe-cabean tiba-tiba saja menyebar secara virtual dan dikenal karena dianggap mencerminkan sejumlah remaja sekarang. Umumnya, cabe-cabean ini digunakan untuk menggambarkan gadis belia yang biasanya berperawakan seksi, berprilaku serba nyeleneh, dan identik dengan keluyuran malam hari, dunia balap liar, dan tempat hiburan malam.

Sebenarnya kata 'cabe' di sini merupakan singkatan dari 'cewek alay bisa ehem'. Gadis cabe-cabean ini sering dikaitkan dengan cewek ABG usia SMP sampai SMA yang biasanya terlibat dalam sebuah balapan liar. Mereka sih tidak ikut dalam balap liar itu, tapi kehadiran mereka di sana terkadang justru dijadikan sebagai bahan taruhan. Cabe-cabean yang sering nongkrong di arena balap liar, biasanya memiliki beberapa motif, ada yang ingin mencari cowok kerenplus motor kerennya, ada yang cuma sebagai hiburan, adapula yang memang suka dan tertarik dengan balap liar.

Istilah cabe-cabean sendiri pertama kali muncul di Jakarta, yang akhirnya berkembang dan menyebar ke berbagai daerah. Tempat nongkrong cabe-cabean ini sendiri juga berkembang. Tidak melulu di arena balap liar saja, tapi juga bisa di bengkel-bengkel motor modifikasi, atau di tempat-tempat nongkrong yang lagi hits.

Kelakuan para cabe-cabean ini sebenarnya sudah membuat prihatin masyarakat karena para gadis belia yang seharusnya memperhatikan sekolah dan belajar dengan baik malah memaksakan tren yang tak patut. Dan mereka harus segera diselamatkan. Sampai-sampairapper muda bernama Young Lex (21 tahun) menggugah tentang kategori cabe-cabean di situs Youtube.

Ada 10 ciri yang masuk sebagai kategori cabe-cabean. Yaitu memakai behel untuk bergaya, malam Minggu memakai make up, boncengan motor bertiga atau bahkan berempat plus suka kebut-kebutan, segala sesuatu harus update dan kalau ke sekolah memakai rok di atas perut, punya 3B (Behel, Blackberry, Black Menthol a.k.a mereka ngerokok), sering teriak cabe seperti maling teriak maling, dandan pake dress juga high heels tapi perginya ke pasar malam, kalau pacaran di jembatan atau fly over, tidak terima keadaan jadi suka pakai efek kamera 360, yang terakhir sih memakai baju ketat plus celana pendek saat naik motor.

Young Lex sendiri memelopori adanya #prayforCABECABEan di Twitter. Versinya, cabe-cabean merupakan sesuatu yang sangat fenomenal.

Source: Koran Minggu Pagi No 41 TH 66 Minggu II Januari 2014 (dengan sedikit banyak perubahan) (Azka)

Catatan Admin;

Munculnya fenomena seperti ini tidak lepas dari kurang kontrolnya orang tua terhadap anak – anaknya, mereka di biarkan bergaul secara bebas tanpa ada norma atau aturan yang mereka takuti.
Kesalahan berawal dari pola asuh di dalam keluarga, kemudian berlanjut pemilihan sekolah (tempat pendidikan) yang salah dan di tempat inilah mereka akan mengenal lingkungan yang lebih luas lagi, membentuk geng – geng dan sekaligus tempat tongkrongannya.

Salah asuh di dalam rumah

Kita ketahui bersama, rumah adalah tempat pertama seorang anak menemukan lingkungannya, apa yang ia lihat di dalam rumah, kemungkinan besar hal seperti itulah yang akan ia contah dan di lakukannya.

Sebagai orang tua tidak cukup hanya memberikan biaya hidup anak – anaknya  seperti  makan, minum, pakaian dll. Ada hal yang penting yang harus di berikan kepada anak sejak dini, ketika seorang ana sudah mampu menerima respon terhadap apa yang di lihat dan di rasakannya. Hal penting tersebut tidak lain adalah pembentukan karakter pada diri seorang anak, karakter seperti apa yang akan kita bentuk terhadap anak – anak kita bergantung apa yang kita teladankan, kita contohkan terhadap mereka.

Munculnya Spesies “Cabe – Cabean” tidak lepas dari ketidak adanya contoh atau figure yang mampu di tiru oleh seorang anak yang berawal dari dalam rumahnya, atau justru figure yang ada di rumah sudah rusak pula, sehingga anak tinggal mengikuti arus yang ada saja, Na’udzubillah…

Apa yang mesti kita lakukan…? Sementara trend Cabe – Cabean sudah berjalan dan tidak sampai di situ, trend ini akan terus menyebar ke penjuru Nusantara ini akibat peran media social.

Solusinya adalah, mari jangan mencari solusi di luaran sana tapi buka al Qur’an, Apa ada solusi yang di tawarkan Al Qur’an…?

Coba simak ayat berikut;


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka yang mau mencurahkan pendengaran kepada ajakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang dengan perintah-Nya dan mengambil manfaat dari ucapan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka. Bahaya yang mengerikan itu adalah api yang sangat besar, tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan batu-batu. Ia berbeda sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar dengan api neraka, na’udzubillah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا
Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (Al-Isra’: 97)

 

Duhai orang tua, perhatikanlah ahli – ahlimu (Istri dan anak – anakmu), tidakkah engkau takut dengan ancaman Allah yang sangat Dasyat ini…?

Jika peringatan ayat Allah ini tidak mampu menggerakkan hatimu untuk lebih memperhatikan anak – anakmu, lantas peringatan seperti apalagi…???


Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Jakarta, 28 Jan 2014


Abie Sabiella

Jumat, 24 Januari 2014

Bukan Nggak boleh, cuma...,Jangan Terlalu Banyak Menuntut Ilmu Agama Di Dunia Maya

Kemajuan teknologi di zaman ini membuat orang mudah mendapatkan berita dan mengakses ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan fasilitas di dunia maya melalui berbagai situs dan blog dan ditunjang dengan jejaring sosial di dunia maya seperti fecebook, twitter, google. Kita patut mensyukuri hal ini, sehingga mereka yang agak susah mengakses ilmu dan menghadiri majelis ilmu bisa memperoleh ilmu agama terutama yang wajib dipelajari. 



Namun fenomena ini bisa menjadi kurang baik bagi mereka yang berlebihan dalam menuntut ilmu agama di dunia maya, walaupun ada juga yang beralasan menuntut ilmu agama padahal hanya ingin berlama-lama keasyikan atau kecanduan internet dan dunia maya. Dampak sikap berlebihan ini yang kurang baik adalah ditinggalkannya majelis ilmu di dunia nyata atau porsinya sangat sedikit. Padahal menuntut ilmu agama di dunia nyata dengan menghadiri majelis-majelis ilmu sangat banyak faidah dan manfaatnya dan tidak bisa dicapai melalui dunia maya. Dan hasilnya tentu jauh berbeda.
Berikut beberapa keutamaan yang tidak didapatkan jika lebih banyak menuntut ilmu di dunia maya dan lebihsedikit porsi menuntutnya imu di dunia nyata:
Tidak mendapatkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan hati
Duduk didepan komputer atau berinternet dengan HP tentu berbeda dengan menghadiri mejelis ilmu. Memang ia mendapatkan ilmu dengan membaca sendiri atau mendengarkan rekaman kajian, akan tetapi ketahuilah bahwa majelis ilmu di dunia nyata mempunyai banyak sekali keutamaan yang tidak bisa didapatkan melalui dunia maya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699; Abu Dawud, no. 3643; Tirmidzi, no. 2646; Ibnu Majah, no. 225; dan lainnya].

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2700).

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata,
المراد بمجالس الذكر وأنها التي تشتمل على ذكر الله
بأنواع الذكر الواردة من تسبيح وتكبير وغيرهما وعلى تلاوة
كتاب الله سبحانه وتعالى وعلى الدعاء بخيري الدنيا والآخرة
وفي دخول قراءة الحديث النبوي ومدارسة العلم الشرعي
ومذاكرته والاجتماع على صلاة النافلة في هذه المجالس نظر
والأشبه اختصاص ذلك بمجالس التسبيح والتكبير
ونحوهما والتلاوة حسب وإن كانت قراءة الحديث ومدارسة العلم
والمناظرة فيه من جملة ما يدخل تحت مسمى ذكر الله تعالى
 “Yang dimaksud dengan majelis-majelis dzikir adalah mencakup majlis-majlis yang berisi dzikrullah, dengan macam-macam dzikir yang ada (tuntunannya, Pent) berupa tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitab Allah Azza wa Jalla dan berisi doa kebaikan dunia dan akhirat. Dan menghadiri majelis pembacaan hadits Nabi, mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunah) ke dalam majlis-majlis dzikir adalah suatu visi. Yang lebih nyata, majlis-majlis dzikir adalah lebih khusus pada majlis-majlis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul Qur’an sajaWalaupun pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk jumlah yang masuk di bawah istilah dzikrullah Ta’ala”. [Fathul Bari, 11/212, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah.

Jika pada diri manusia masih bersisa sebagian jiwa hanifnya dan hatinya tidak tertutup total maka ketika ia menghadiri majelis ilmu, maka hilanglah stres, lelah dan kepenatan kehidupan dunia yang semu. Maka istirahatlah jiwa kita dari kepenatan dunia yang hanya sangat sementara ini di taman surga. Majelis dzikir adalah taman surga di dunia ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا
قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab,”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [HR Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562.]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إن للذكر من بين الأعمال لذة لا يشبهها شيء،
فلو لم يكن للعبد من ثوابه إلا اللذة الحاصلة للذاكر والنعيم
الذي يحصل لقلبه لكفى به، ولهذا سميت مجالس الذكر رياض الجنة
“Sesungguhnya dzikir di antara amal memiliki kelezatan yang tidak bisa diserupai oleh sesuatupun, seandaikan tidak ada balasan pahala bagi hamba kecuali kelezatan dan kenikmatan hati  yang dirasakan oleh orang yang berdziki, maka hal itu [kenikmatan berdzikit saja, pent] sudah mencukupi, oleh karena itu majelis-majelis dzikir dinamakan taman-taman surga.” [Al-Wabilush Shayyib hal. 81, Darul Hadist, Koiro, cet. Ke-3, Asy-Syamilah]

Tidak mendapat contoh langsung akhlak dan takwa dari ustadz/syaikh
Inilah salah satu yang terpenting dan tidak kita dapatkan di dunia maya. Bahkan ini juga yang terkadang dilalaikan oleh mereka yang menghadiri majelis ilmu di dunia nyata. Sebagian dari kita hanya berharap ilmu saja ketika menghadiri majelis ilmu, padahal yang terpenting adalah contoh langsung akhlak, takwa, kesabaran, tawaddu’ dan wara’ dari para ustadz/syaikh. Karena jika sekedar ilmu maka semua orang bisa berbicara akan tetapi untuk menerapkannya dan mencontohkannya maka hanya beberapa orang yang Allah beri taufik yang bisa melakukannya.

sehingga perlu kita camkan juga, jika menuntut ilmu dari seseorang yang pertama kali kita ambil adalah akhlak dan adab orang tersebut baru kita mengambil ilmunya. Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قال مالك: قلت لأمي: ” أذهب، فأكتب العلم؟ “،
فقالت: ” تعال، فالبس ثياب العلم “، فألبستني مسمرة،
ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها،
ثم قالت: ” اذهب، فاكتب الآن “، وكانت تقول:
” اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Inbul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)

Tidak dapat bertemu dengan orang-orang shalih dan berorientasi akhirat
Di majelis ilmu maka kita akan bertemu dengan beberapa orang yang shalih yang tidak kita dapati di depan komputer dunia maya. Bertemu dengan orang-orang shalih bisa memperkuat iman kita, bisa memuculkan persaingan sehat dan berlomba-lomba mengenai akhirat. Salah satu contohnya sebagimana dikisahkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu, beliau berkata,
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه،
فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله
وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
 “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami  mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang. [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah]

Tidak punya guru kemungkinan salah pahamnya lebih banyak
Salah satu kekurangan menuntut ilmu agama dengan hanya membaca di dunia maya adalah tidak ada bimbingan guru. Sehingga dengan hanya membaca saja maka ada kemungkinan ia bisa salah paham, masih mending jika salah ilmu dunia, akan tetapi ini salah mengenai ilmu akhirat yang bisa jadi ujung-ujungnya adalah neraka,wa’liyadzu billah.
Oleh karena itu diperlukan seorang guru yang membimbing dalam menutut ilmu, membimbing materi apa yang harus dipelajari, kemudian membimbing kitan apa yang selamat akidahnya dan membimbing metode belajar disetiap materi ilmu. Walaupun bisa belajar dengan hanya membaca-baca saja akan tetapi ada kemungkinan salah paham dan memerlukan waktu yang lama dan memerlukan keseriusan yang lebih. Lebih-lebih ia masih penuntut ilmu pemula dan belum memiliki berbagai dasar ilmu.

Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu ketika ditanya,
هل يجوز تعلم العلم من الكتب فقط دون العلماء وخاصة
إذا كان يصعب تعلم العلم من العلماء لندرتهم؟
وما رأيك في القول القائل:
من كان شيخه الكتاب كان خطؤه أكثر إلى الصواب
“Apakah boleh memperlajari ilmu dari buku-buku saja tanpa bimbingan ulama/guru, khususnya jika sulit mempelajari ilmu dari ulama karena sedikitnya jumlah mereka, bagaimana pendapatmu dengan perkataan, ‘barangsiapa yang gurunya adalah buku, maka kesalahannya lebih banyak dari benarnya?”

Beliau menjawab,
لا شك أن اعلم يحصل بطلبه عند العلماء وبطلبه في الكتب
… ولكن تحصيل العلم عن طريق العلماء أقرب من تحصيله
عن طريق الكتب؛ لأن الذي يحصل عن طريق الكتب يتعب
أكثر ويحتاج إلى جهد كبير جداً… ومع ذلك فإنه قد تخفى
عليه بعض الأمور… وأما قوله: “من كان دليله كتابه فخطؤه
أكثر من صوابه” ، فهذا ليس صحيحاً على إطلاقه ولا فاسداً
على إطلاقه، أما الإنسان الذي يأخذ العلم
من أي كتاب يراه فلا شك أنه يخطئ كثيراً
“Tidak diragukan lagi bahwa ilmu bias diperoleh dengan melalui ulama/guru dan melalui buku-buku…akan tetapi memperoleh ilmu melalui ulama/guru lebih bisamencapai hasil daripada melalui buku-buku. Karena menuntut ilmu melalui buku-buku lebih susah dan membutuhkan kesungguhan yang lebihdan juga terkadang bisa jadi samar baginya beberapa perkara…adapun perkataan ‘barangsiapa dalilnya adalah bukunya maka kesalahannya lebih banyak dari benarnya maka ini tidak mutlak benar dan tidak mutlak juga salah, adapun yang mengambil ilmu dari buku apa saja yang ia lihat maka tidak diragukan lagi bahwasanya ia banyak kesalahannya” [Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 114, Darul Itqaan, Iskandariyah]

Belajar tidak sistematis
Salah satu juga yang kurang baik jika lebih banyak menuntut ilmu di dunia maya terutama bagi mereka yang pemula dan belum memiliki dasar-dasar ilmu adalah belajar tidak sistematis. Belajar apa yang ia temukan berupa link dan situs-situs, ia juga hanya belajar “semau gue” apa yang ingin dibaca ia baca, jika sedang malas maka tidak dibaca. Maka cara seperti ini tidak akan menghasilkan ilmu yang kokoh, tidak memulai dari dasar dan bisa jadi malah kebingungan yang berdampak pada kebosanan. Seharusnya seseorang belajar secara sistematis, menyelesaikan satu kitab dasar, kemudian berpindah ke kitab lanjutan dan seterusnya dengan istiqamah.
Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata mengenai hal ini,
ألا يأخذ من كل كتاب نتفة، أو من كل فن قطعة ثم يترك؛
لأن هذا الذي يضر الطالب، ويقطع عليه الأيام بلا فائدة،
فمثلاً بعض الطلاب يقرأ في النحو : في الأجرومية ومرة
في متن قطر الندي، ومرة في الألفية. ..وكذلك في الفقه:
مرة في زاد المستقنع، ومرة في عمدة الفقه، ومرة في المغني ،
ومرة في شرح المهذب، وهكذا في كل كتاب، وهلم جرا ،
هذا في الغالب لا يحصلُ علماً، ولو حصل علماً
فإنه يحصل مسائل لا أصولاً
Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah, misalnya sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah..demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.” [Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah]

Berlama-lama di dunia maya bisa terjebak fitnah yang banyak
Ini juga hal yang terpenting, karena berlama-lama di dunia maya dengan tidak diiringi takwa maka bisa terjerumus dalam banyak fitnah dan bahaya. Walaupun niat awalnya menuntut ilmu akan tetapi hati manusia ini lemah. Bahaya tersebut bisa berupa fitnah wanita dan lawan jenis, membuang-buang waktu, chatting dan mengobrol yang kurang penting dengan berlebihan, curhat yang tidak penting dan mengadu kepada manusia, dakwah berlebihan di dunia maya sampai lupa dakwah dengan orang-orang disekitar kita. Dan masih banyak lagi
Perlu kita sadari bahwa kita hidup di dunia nyata, maka luangkan waktu lebih banyak di dunia nyata, menuntut ilmu di majelis ilmu, berdakwah dengan orang-orang disekitar kita dan lebih banyak berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang-orang di dunia nyata.
Demikianlah yang dapat kami jabarkan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.

Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
18 Shafar 1433 H bertepatan 12 Januari 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis
Artikel http//muslimafiyah.com

Minggu, 19 Januari 2014

Beberapa Hikmah dan Manfaat di Balik Musibah



Berikut beberapa hikmah di balik terjadinya musibah dan cobaan[1].

Pertama: Agar Hamba Mengenal Keagungan Rubûbiyah Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ dan Kemuliaan-Nya
Bila Allah Jalla Jalâluhû menghendaki kejelekan bagi hamba, tiada seorang pun yang dapat menolak kejelekan itu.
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
“Dan apabila Allah menghendaki kejelekan terhadap suatu kaum, tak ada yang dapat menolak (kejelekan) itu; dan sekali-kali tiada pelindung bagi mereka, kecuali Dia.” [Ar-Ra’d: 11]
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir) lalu mengurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tiada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah Yang Maha cepat hisab-Nya.” [Ar-Ra’d: 41]
Kedua: Mengenal Kehinaan dan Kerendahan Diri dalam Menegakkan Ibadah kepada-Nya
Saat dilanda musibah, manusia akan menyadari keadaannya sebagai para hamba dan di bawah kekuasaan Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ. Mereka semua tidak terlepas dari ketetapan dan pengaturan Allah serta qadha dan takdir-Nya. Hal ini tersirat dari pengakuan orang-orang beriman sebagaimana dalam firman-Nya,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang, apabila ditimpa musibah, mengucapkan, ‘Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn‘sesungguhnya kami hanyalah untuk Allah, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami dikembalikan’.’.”[Al-Baqarah: 156]
Ketiga: Mengantar Hamba kepada Pintu Ikhlas
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ
“Dan jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, tiada yang dapat menghilangkan (kemudharatan) itu, kecuali Dia sendiri.” [Al-An’âm: 17]
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka, apabila menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya; (Namun), tatkala (Allah) menyelamatkan mereka sampai ke darat, mereka pun (kembali) mempersekutukan (Allah).” [Al-‘Ankabût: 65]
Keempat: agar Hamba Bertaubat dan Kembali kepada Allah ‘Azza Wa Jalla
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Rabb-nya dengan kembali kepada-Nya; (Namun) kemudian, apabila (Rabb-nya) memberi nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia mohonkan (kepada Allah) untuk (dihilangkan) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, ‘Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya engkau termasuk sebagai penghuni neraka.’.” [Az-Zumar: 8]
Kelima: Adanya Doa dan Penyerahan Diri kepada Allah Jalla Jalâluhû
Allah Jalla Jalâluhû berfirman,
وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa saja yang kalian seru, kecuali Dia. (Namun), tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling (dari-Nya). Dan adalah manusia itu selalu tidak berterima kasih.” [Al-Isrâ`: 67]
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman pula,
بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ وَتَنْسَوْنَ مَا تُشْرِكُونَ
“(Tidak), tetapi hanya Dialah yang kalian seru maka Dia menghilangkan bahaya yang, karena (bahaya) itu, kalian berdoa kepada-Nya jika Dia menghendaki, dan kalian meninggalkan (sembahan-sembahan) yang kalian persekutukan (dengan Allah).” [Al-An’âm: 41]
Pada ayat lain, Rabb kita Jalla Jalâluhû menegaskan,
قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Katakanlah, ‘Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, yang kalian berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan,) ‘Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.’.’.” [Al-An’âm: 63]
Keenam: Menumbuhkan Sifat Hilm ‘Berakal, Kedewasaan, Kesabaran’ saat Terjadi Musibah
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman tentang Nabi Ibrahim ‘alaihis salâm,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah beliau ikrirkan kepada bapaknya itu. Oleh karena itu, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, Ibrahim berlepas diri dari (bapak)nya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seseorang yang hatinya sangat lembut lagi sangat hilm.” [At-Taubah: 114]
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Asyajj Abdul Qais,
إِنَّ فِيْكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ
“Sesungguhnya, pada engkau, ada dua (akhlak) yang Allah cintai: hilm dan anâh ‘sikap tidak tergesa-gesa’.”[2]
Ketujuh: Adanya Sifat Memberi Maaf kepada Orang-Orang yang Tertimpa Musibah
Sifat memberi maaf merupakan sifat yang sangat terpuji. Dalam firman-Nya, Allah Subhânahû Wa Ta’âlâberfirman menjelaskan sebagian sifat orang-orang yang bertakwa,
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
“Dan memaafkan (kesalahan) manusia.” [Âli ‘Imrân: 134]
Allah Jalla Jalâluhû juga berfirman,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah.” [Asy-Syûrâ: 40]

Kedelapan: Mendidik Diri untuk Bersabar
Kesabaran adalah akhlak yang Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ cintai. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah menyukai orang-orang sabar.” [Âli ‘Imrân: 146]
Kesabaran adalah sebab dilipatgandakannya kebaikan tanpa batasan. Allah Subhânahû Wa Ta’âlâberfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas.” [Az-Zumar: 10]
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Dan tidaklah seseorang diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” [3]
Kesembilan: Musibah Menggugurkan Dosa dan Kesalahan
Seorang mukmin, yang bersabar dan ridha akan ketentuan Allah saat tertimpa musibah, dosa dan kesalahannya akan digugurkan.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
“Tidaklah seorang mukmin ditimpa oleh sakit terus-menerus, keletihan, penyakit, kesedihan, hingga gundah gulana yang menyusahkannya, kecuali bahwa dia akan digugurkan dari kesalahan-kesalahannya.”[4]
Kesepuluh: Kegembiraan karena Adanya Sejumlah Manfaat di Balik Musibah
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنْ كَانُوا لَيَفْرَحُوْنَ بِالْبَلاَءِ كَمَا تَفْرَحُوْنَ بِالرَّخَاءِ
“Sungguh mereka (para nabi) sangat bergembira dengan musibah sebagaimana kalian bergembira dengan kemudahan.” [5]
Kesebelas: Bersyukur terhadap Musibah Lantaran Berbagai Manfaat
Berbagai manfaat yang dipetik di balik musibah adalah bagian dari anugerah Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ. Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ telah memerintah,
وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan syukurilah nikmat Allah jika kalian hanya menyembah kepada-Nya.” [An-Nahl: 114]
Telah dimaklumi bahwa orang sakit kadang mensyukuri perbuatan seorang dokter yang mengamputasi tubuhnya guna kesembuhannya. Walaupun harus merelakan ketiadaan sebagian anggota tubuhnya, dia bersyukur akan kesembuhannya.
Kedua Belas: Rasa Rahmat dan Iba kepada Mereka yang Tertimpa Musibah
Musibah, yang melanda seorang muslim, sering menggerakkan hati muslim lain untuk berbuat kebaikan bagi saudara-saudaranya tersebut. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum mukmin dalam hal cinta-mencintai, rahmat-merahmati, dan kasih-mengasihi bagaikan satu jasad. Bila sebagian anggota jasad mengeluh (kesakitan), hal itu akan dirasakan oleh seluruh anggota jasad dalam bentuk tidak bisa tidur atau demam.” [6]
Ketiga Belas: Mengenal Besarnya Nikmat Afiat
Nikmat afiat serta nikmat perihal terhindarnya seseorang dari musibah dan petaka akan terasa saat orang tersebut dilanda musibah atau menyaksikan musibah yang menimpa orang lain. Oleh karena itu, Nabishallallâhu ‘alaihi wa sallam mengajarkan,
مَنْ رَأَى مُبْتَلًى فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً لَمْ يُصِبْهُ ذَلِكَ الْبَلاَءُ
“Barangsiapa yang menyaksikan orang yang tertimpa ujian, hendaknya dia membaca, ‘Alhamdulillâhil ladzî ‘âfânî mimmâb talâka bihi wa fadhdhalanî ‘alâ katsîrin mimman khalaqa tafdhîlan ‘segala puji bagi Allah yang memberi afiat kepadaku terhadap sesuatu yang menimpamu, dan (Allah) telah menberi keutamaan kepadaku di atas banyak makhluk-Nya’.’ Pasti ujian itu tidak akan menimpanya.” [7]
Keempat Belas: Pahala yang Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ Persiapkan di Akhirat
Dari sejumlah penjelasan yang telah berlalu, tampak berbagai pahala akhirat di balik keberadaan musibah dan petaka. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ                                                                                                           
“Siapa saja yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” [8]
Kata kebaikan, yang dijanjikan dalam hadits, adalah segala hal yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat, baik dalam bentuk pahala maupun selainnya.
Namun, harus diketahui pula bahwa pahala tersebut adalah bagi siapa saja yang menerima musibah dengan kesabaran. Juga, pahala yang diberikan berjenjang sesuai dengan kekuatan sabar. AllahSubhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,
إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya kalian diberi balasan terhadap segala sesuatu yang telah kalian kerjakan.” [Ath-Thûr: 16]
Kelima Belas: Berbagai Manfaat yang Tersembunyi di Balik Musibah
Di antara hikmah Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ adalah bahwa terkadang, pada musibah, ada kebaikan-kebaikan yang tidak disangka oleh seorang hamba.
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal sesuatu itu amat baik bagi kalian. Boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu amat buruk untuk kalian; Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” [Al-Baqarah: 216]
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,
فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak pada sesuatu itu.” [An-Nisâ`: 19]
Pada ayat lain, Allah Jalla Jalâluhû berfirman pula,
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu berasal dari golongan kalian juga. Janganlah kalian mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, tetapi hal itu adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dia kerjakan. Dan siapa saja di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, adzab yang besar bagi dia.”[An-Nûr: 11]
Keenam Belas: Musibah Menahan Manusia untuk Berlaku Sombong, Congkak, dan Sewenang-Wenang
Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ menjelaskan salah satu sifat manusia dalam firman-Nya,
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat bahwa dirinya serba cukup.” [Al-‘Alaq: 6-7]
Allah ‘Azza Wa Jalla juga berfirman,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Dia menurunkan apa-apa yang Dia kehendaki dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” [Asy-Syûrâ: 27]
Dengan musibah dan cobaan, seorang hamba akan menahan diri dari segala sifat keangkuhan.
Ketujuh Belas: Merupakan Pendidikan bagi Hamba untuk Ridha kepada Ketentuan dan Takdir Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya, besarnya pahala bersama dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya, apabila mencintai suatu kaum, Allah akan menguji (kaum) tersebut. Barangsiapa yang ridha, untuknya keridhaan (Allah), (tetapi) barangsiapa yang murka, baginya kemurkaan (Allah).” [9]
Kedelapan Belas: Menampakkan Konsekuensi dan Keagungan Nama-Nama yang Maha Baik dan Sempurna (Al-Asma` Al-Husna) Milik Allah Jalla Jalâluhû
Di antara Al-Asma` Al-Husna milik Allah Subhânahû Wa Ta’âlâ adalah Ar-Rabb (Yang Maha bersendirian dalam kepemilikan, pengaturan, kekuasaan, penciptaan, dan perbuatan) dan Al-‘Azîz (Yang Maha Perkasa). Keagungan nama-nama ini akan terasa dengan menyaksikan musibah dan petaka yang Allah ‘Azza Wa Jallaturunkan, yang kehendak Allah tersebut tidak akan mampu ditolak oleh siapapun. Demikian pula kandungan dan konsekuensi Al-Asma` Al-Husna yang lain.
Kesembilan Belas: Keberadaan Musibah di Tengah Manusia Akan Membuat Seorang Hamba Tersadar bahwa Seluruh Manusia Sangat Bergantung kepada Penjagaan dan Perlindungan AllahSubhânahû Wa Ta’âlâ 
Apabila tidak ada rahmat dan perlindungan Allah ‘Azza Wa Jalla, niscaya dia akan binasa di tengah badai musibah dan petaka. 
Kedua Puluh: Seorang Hamba yang Didera oleh Petaka Akan Banyak Merenungi Sebab yang Mendatangkan Petaka
Dengan demikian, dia akan terdidik untuk banyak memperbaiki diri, membenahi aib dan keburukannya, serta menahan diri dari membahas aib orang lain.
Kedua Puluh Satu: Musibah Menyingkap bahwa Kehidupan Dunia Hanyalah Sementara, bukan Kehidupan Kekal Abadi
Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan senda gurau dan permainan belaka. Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya kalau mereka mengetahui.” [Al-‘Ankabût: 64]
Wallâhu Ta’âlâ A’lam


------------------------------------------------------------

[1] Tujuh belas poin pertama dirangkum dari Fawâ`id Al-Balwâ wa Al-Mihan karya Al-‘Izz bin Abdus Salam, selebihnya dibahasakan dari keterangan Ibnul Qayyim dalam Zâd Al-Ma’âd Fî Hadyi Khair Al-‘Ibâd 4/ 188-196 dan Tharîq Al-Hijratain wa Bâb As-Sa’âdatain 2/362-372.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu ‘Abbâs dan Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhum.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, At-Tirmidzy, dan An-Nasâ`iy dari Abu Sa’îd Al-Khudryradhiyallâhu ‘anhû.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim, dari Abu Hurairah dan Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhumâ, serta oleh At-Tirmidzy, dari Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhû.
[5] Diriwayatkan oleh Ma’mar bin Râsyid, Ahmad, Ibnu Mâjah, dan selain mereka. Dishahihkan oleh Al-Albâny rahimahullâh dalam Ash-Shahîhah no. 2047.
[6] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari An-Nu’mân bin Basyir radhiyallâhu ‘anhumâ.
[7] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya. Dihasankan oleh Al-Albâny rahimahullâh dalam Ash-Shahîhah no. 602.
[8] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhû.
[9] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan Ibnu Mâjah. Dihasankan oleh Al-Albâny rahimahullâh dalam Ash-Shahîhah no. 146.
Sumber : http://dzulqarnain.net/beberapa-hikmah-dan-manfaat-di-balik-musibah.html