Rabu, 22 Februari 2017

Tidak Menyebut Jumlah Mahar



Pak ustad saya mau tanya bagaimana kalau waktu ijab qabul mas kawin yang berupa cincin emasnya berat/gramnya tidak disebutkan ?
Dari: Affen

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Allah berfirman,

لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً

Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. (QS. Al-Baqarah: 236).
Ayat ini menjelaskan bahwa seorang suami dibolehkan menceraikan istrinya sebelum terjadi hubungan badan dan belum ditentukan maharnya.

Kalimat: ”menceraikan isteri-isteri kamu” menunjukkan bahwa sebelumnya telah terjadi akad nikah. Dan kalimat: ”sebelum kamu menentukan maharnya” menunjukkan bahwa ketika akad nikah dilakukan, mahar belum ditentukan. Baik belum ditentukan kadarnya, atau bahkan tidak disebutkan sama sekali.
Ibnu Qudamah mengatakan,

أن النكاح يصح من غير تسمية صداق، في قول عامة أهل العلم. وقد دل على هذا قول الله تعالى {لا جناح عليكم إن طلقتم النساء ما لم تمسوهن أو تفرضوا لهن فريضة}

”Akad nikah sah, sekalipun tanpa menyebut mahar, menurut pendapat mayoritas ulama. Dalil mengenai hal ini adalah firman Allah (yang artinya), ”Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.” (al-Mughni, 7/237).
Hal yang sama juga disampaikan an-Nawawi,

ويجوز من غير صداق، لقوله تعالى (لا جناح عليكم إن طلقتم النساء ما لم تمسوهن أو تفرضوا لهن فريضة) فأثبت الطلاق مع عدم الفرض

”Boleh akad nikah tanpa menyebut mahar, berdasarkan firman Allah (yang artinya), Tidak ada dosa bagi kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Allah menilai sah talak tanpa menentukan mahar.” (al-Majmu’, 16/322)

Dalil Hadis yang Menunjukkan Boleh Nikah Tanpa Mahar

Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menikahkan seorang lelaki,

أَتَرْضَى أَنْ أُزَوِّجَكَ فُلَانَةَ؟

“Apakah kamu bersedia aku nikahkan dengan wanita ini?”

“Ya.” Jawab sahabat.

Kemudian beliau menyampaikan kepada si wanita:

أَتَرْضَيْنَ أَنْ أُزَوِّجَكِ فُلَانًا؟

“Apakah kamu bersedia aku nikahkan dengan lelaki itu?”

”Ya.” jawab si wanita.

Uqbah melanjutkan kisahnya,

فَزَوَّجَ أَحَدَهُمَا صَاحِبَهُ فَدَخَلَ بِهَا الرَّجُلُ وَلَمْ يَفْرِضْ لَهَا صَدَاقًا، وَلَمْ يُعْطِهَا شَيْئًا
Mereka berdua-pun dinikahkan. Si suami telah mencampuri istrinya, namun belum ditentukan mahar, dan si suami belum memberikan apapun.

Ketika sang istri hendak meninggal, si suami mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجَنِي فُلَانَةَ، وَلَمْ أَفْرِضْ لَهَا صَدَاقًا، وَلَمْ أُعْطِهَا شَيْئًا، وَإِنِّي أُشْهِدُكُمْ أَنِّي أَعْطَيْتُهَا مِنْ صَدَاقِهَا سَهْمِي بِخَيْبَرَ، فَأَخَذَتْ سَهْمًا فَبَاعَتْهُ بِمِائَةِ أَلْفٍ

”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkanku dengan Fulanah, dan belum aku sebutkan maharnya, dan belum aku beri apapun (sebagai mahar). Aku jadikan kalian sebagai saksi, bahwa aku telah memberi si Fulanah tanahku di Khaibar sebagai mahar untuknya.” Wanita itupun mengambil jatah tanah suaminya di Khaibar dan menjualnya seharga 100 ribu dirham. (HR. Abu Daud 2117 dan dishahihkan al-Albani).

Dianjurkan Agar Mahar Ditegaskan Ketika Akad

Setidaknya ada dua manfaat ketika mahar ditegaskan ketika akad nikah,
  • Mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • Menghindari sengketa dan masalah di belakang.
Ibnu Qudamah mengatakan,

ويستحب أن لا يعرى النكاح عن تسمية الصداق؛ لأن النبيصلى الله عليه وسلمكان يزوج بناته وغيرهن ويتزوج، فلم يكن يخلي ذلك من صداق…. ولأنه أقطع للنزاع وللخلاف فيه، وليس ذكره شرطا

Dianjurkan agar ketika akad nikah tidak lepas dari penyebutan mahar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan putri-putrinya dan wanita lainnya, serta ketika beliau sendiri menikah, semuanya tidak lepas dari penyebutan mahar….. disamping itu, penyebutan mahar akan memangkas terjadinya perselisihan dalam keluarga, meskipun itu bukan syarat. (al-Mughni, 7/210).

Oleh karena itu, mahar ketika akad nikah statusnya lebih longgar. Mahar boleh tidak disebutkan, atau mahar tidak harus disebutkan secara detail. Salah menyebut mahar tidak mempengaruhi keabsahan akad nikah. Yang penting, nikah harus ada maharnya.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
(Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)

Jumat, 03 Februari 2017

::: FAREWELL :::




Di mana ada awal, pasti akan ada akhir. That’s life...

Ketika akhir dari sebuah perjalanan menjadi awal perjalanan yang lain, maka sebuah perpisahan akan menjadi pertemuan dengan sesuatu yang baru. And that’s more about life...

Di dalam hidup, banyak orang yang datang dan pergi...
Allah telah menjumpakan kita dengan orang-orang yang Dia telah gariskan dalam catatan takdir...

Mereka pun datang silih berganti,
Ada yang melintas dalam segmen singkat, namun membekas di hati.

Ada yang telah lama berjalan beiringan, tetapi tak disadari arti kehadirannya
Ada pula yang begitu jauh di mata, sedangkan penampakannya melekat di hati.
Ada yang datang pergi begitu saja seolah tak pernah ada.

Semua orang yang pernah singgah dalam hidup kita bagaikan kepingan puzzle, yang saling melengkapi dan membentuk sebuah gambaran kehidupan...

Maka sudah menjadi sunnatullah, bila ada pertemuan pasti ada perpisahan, sebagaimana ada awal, pasti akan ada akhirnya.

Akhir sebuah perjalanan, akan menjadi awal bagi perjalanan lainnya...
Sebuah perpisahan, ia akan menjadi awal pertemuan dengan sesuatu yang baru… well, That’s life must be

Itulah realita kehidupan, berjumpa dan berpisah,
Kalau kita tidak bisa berjumpa lagi di dunia, Smoga Allah mengumpulkan kita di jannah-Nya.


Teringat akan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan mengenai tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain dari-Nya. Di antara golongan tersebut adalah,

وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ

“Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” (HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)

Orang yang mencinta akan dikumpulkan bersama orang yang dicintanya di akhirat kelak...

Farewell must be always painful, it’s natural. But, be sure that there is always great lesson behind it all which Allah has planned.

Kita harus yakini semuanya itu, karena sesungguhnya, 

Allah has set every separation that we have experienced. Believe in Allah, He is the best director for us.

Sungguh indah skenario Allah…!

"Barangsiapa yang tidak ridha terhadap ketentuan-Ku, dan tidak sabar atas musibah dari-Ku, maka carilah Robb selain Aku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Terkadang kita selalu berpikir, mengapa seringkali terjadi hal-hal yang tak sesuai dengan apa yang kita ingini, bahkan tak jarang diri ini tak kuasa menahan emosi, dan tak kuasa menerimanya, kita tak mampu memahami padahal justru disitulah letak nikmat dari ujiannya.

”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qs. Al-Baqarah : 216)

Ya Robbana,
Ridho-Mu adalah segalanya...


Aku mencintainya,
Aku tinggalkan dia tuk mengharap ridho-Mu...

Jadikan kami hamba - hamba yang beruntung, yang hidup dalam naungan cinta-Mu...

Aamiiin...

Senja kelam,
@Tebet City, 2 feb 2017
5 Jumadil ula 1438H

~abie~