Minggu, 27 November 2011

HAJI ANAK KECIL DAN BUDAK

Oleh : Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Haji tidak wajib bagi anak kecil dan orang gila, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ، عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ.

“Telah terangkat pena dari tiga orang: dari orang gila sampai dia sadar, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dan dari anak kecil sampai dia baligh.” [1]

Seorang budak tidak wajib (menunaikannya) sebab dia tidak mampu, karena ia sibuk melayani tuannya.

Apabila anak kecil dan seorang budak menunaikan haji, maka hajinya sah dan tidak mencukupi dari kewajiban apabila anak kecil tersebut telah baligh atau budak itu telah merdeka.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ امْرَأَةٌ رَفَعَتْ إِلَي النَّبِيِّ صَبِيًّا فَقَالَتْ: أَلِهَذَا حَجٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ.

Dari Ibnu ‘Abbas: “Ada seorang wanita mengangkat seorang anak kecil kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Apakah ada haji bagi anak ini?’ Beliau menjawab, ‘Ya dan bagimu pahalanya.’” [2]

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا صَبِيٍّ حَجَّ ثُمَّ بَلَغَ، فَعَلَيْهِ حَجَّةٌ أُخْرَىٰ، وَأَيُّمَا عَبْدٍ حَجَّ ثُمَّ عَتَقَ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَحُجَّ حَجَّةً أُخْرَىٰ.

‘Anak kecil mana saja yang menunaikan ibadah haji lalu ia baligh, maka ia wajib menunaikan ibadah haji lagi. Dan budak mana saja yang menunaikan ibadah haji lalu dia merdeka, maka ia wajib menunaikan ibadah haji lagi.’” [3]

Apakah Yang Dimaksud Dengan Kemampuan ?
Kemampuan bisa terealisir dengan keadaan sehat serta memiliki sesuatu yang cukup untuk pulang pergi, lebih dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya serta aman dalam perjalanannya.

Disyaratkannya sehat, berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas bahwa seorang wanita dari Khats’am berkata:

يَا رَسُوْلُ اللهِ، إِنَّ أَبِي أَدْرَكَتْهُ فَرِيْضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ شَيْخًا كَبِيْرًا لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ، فَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: حُجِّي عَنْهُ.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah wajib untuk menunaikan haji sementara ia adalah orang yang sudah tua sekali tidak mampu untuk duduk di atas kendaraan, apakah boleh aku menghajikannya?” Beliau bersabda, “Hajikanlah dia.” [4]

Adapun memiliki sesuatu yang cukup melebihi kebutuhannya dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ.

“Cukuplah seseorang itu berdosa kalau ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” [5]

Disyaratkan adanya keamanan, karena mewajibkan haji tanpa adanya keamanan merupakan suatu yang berbahaya dan hal ini secara syari’at harus ditiadakan.

Haji Bagi Wanita
Apabila syarat-syarat kemampuan telah terpenuhi pada seorang wanita, maka ia wajib menunaikan haji sepenuhnya seperti laki-laki. Hanya saja ada syarat tambahan yaitu hendaknya ditemani oleh suami atau mahramnya. Kalau ia tidak mendapatkannya, maka ia tidak dinamakan mampu.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُومَحْرَمٍ، وَلاَ تُسَافِرَنَّ الْمَرْأَةُ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْمَحْرَمٍ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً، وَإِنِّي اكْتَتَبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا،
قَالَ: اِذْهَبْ فَاحْجُجْ مَعَ امْرَأَتِكَ.

"Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita, kecuali wanita tersebut bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.’ Lalu ada seseorang bangkit dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku keluar untuk menunaikan haji. Dan aku diwajibkan untuk berperang pada perang ini dan itu.’ Maka beliau bersabda, ‘Berhajilah engkau bersama isterimu.’”

Bersegera Melaksanakan Haji
Wajib bagi orang yang mampu untuk menyegerakan haji, berdasarkan sabda Rasulullah:

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَسْتَعْجِلْ، فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةَ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ.

“Barangsiapa yang ingin menunaikan ibadah haji hendaknya ia menyegerakannya, terkadang orang bisa saja sakit, kehilangan sesuatu, dan ada kebutuhan.” [6]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Takhrinya telah berlalu pada Kitab Thaharah.
[2]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 648)], Shahiih Muslim (II/974, no. 1336), Sunan Abi Dawud (V/160, no. 1730), Sunan an-Nasa-i (V/120).
[3]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil 986), al-Baihaqi (V/156).
[4]. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (IV/66, no. 1855), Shahiih Muslim (II/973, no. 1336), Sunan at-Tirmidzi (II/203, no. 933), Sunan Abi Dawud (V/247, no. 1792), Sunan an-Nasa-i (V/117).
[5]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 989)], Sunan Abi Dawud (V/111, no. 1676).
[6]. Shahih: [Shahih Sunan Ibni Majah (no. 233)], Sunan Ibni Majah (II/962, no. 2883).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar