Senin, 14 November 2011

LELAKI BIASA...

  • Sosok Lelaki biasa
Pagi tadi aku melihat wajahku di balik cermin, berkaca. Tanpa ada maksud untuk melihat lebih dalam wajah sendiri, hanya ingin memastikan rambut tidak acak-acakan, kantung mata tidak sembab dan menghadiahkan seulas senyuman untuk diri sendiri..:)

Tapi pagi ini sungguh lain,  Wajah yang berhari-hari, bertahun-tahun selalu aku saksikan itu tiba – tiba memalingkan muka. Ada  apa gerangan…,  Aku heran…

“Aku sudah muak melihatmu, lelaki biasa…!” sindirnya, wajahku di dalam cermin.
“Kenapa..? Ada yang salah denganku..?”
“Banyak sekali, bahkan tidak terhitung…, Mungkin karena kamu lelaki biasa sehingga selalu salah.”

“Ya, aku akui kamu benar. Lantas apa maumu…?”
“Kenapa kamu membiarkan perempuan itu lepas dari tangamu. Bukankah kau menyimpan hati untuknya…?”

Mukaku mulai tegang, Surut dalam langkah lama yang seharusnya  telah hilang dalam hitungan waktu yan g berlalu. Tapi kini kembali berdiri sombong menantang kelemahanku.

“Aku hanya lelaki biasa,” gumamku membela diri.
“Karena itulah kamu melepaskannya, bukan…?!” tatapnya sinis.

“Dia perempuan luar biasa, yang berhak untuk mendapatkan lelaki yang juga luar biasa.” Aku akui, aKu tlah  kalah.
Dia tersenyum sinis…
“Lelaki biasa yang hanya berharap ada perempuan biasa yang menerima cintanya, “hmmm…,Romantis ...tapi  cengeng…”, sindirnya lagi.

“AKu hanya inginkan perempuan biasa. Perempuan yang bersedia untuk memberikan satu cintanya kepadaku, sebagai pendamping hidupnya. Bukankah itu sudah jauh lebih cukup bagiku,” aku coba melepaskan diri dari tatapan matanya.

“Benar dugaanku, kamu hanya lelaki biasa yang selamanya tidak bisa menjadi luar biasa.”

“Itu pilihan hidupku…”

“Perempuan biasa seperti apa yang kamu inginkan...”
“Aku tidak mensyaratkan yang lain. Hanya itu saja, dia berani untuk menerima cintaku apa adanya. Itu sudah sangat cukup menutupi semuanya.

“Aku tidak ingin mematok syarat yang lain, yang selama ini selalu menjadi patokanku untuk memilih seorang calon pendamping hidup. Aku kwatir semakin banyak kriterianya, maka itu hanya sanggup dipenuhi oleh perempuan yang luar biasa. Padahal aku, seperti yang kamu duga-kan hanyalah lelaki biasa yang tidak pernah sanggup menjadi lelaki luar biasa.”

“Hanya satu syarat itu saja..?” tatapnya heran.
Aku menghembuskan nafas, berharap dia tidak menatap lebih dalam mataku, mata yang selalu menyisakan sebuah harapan  untuk seorang perempuan biasa.

Masih adakah, dan dimanakah duhai kau perempuan biasa…?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar