Penamaan Bulan Ini
Rajab adalah salah satu dari nama bulan
Islam yang disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam. Rajab dalam bahasa Arab bermakna agung dan terhormat, bulan
ini disebut dengan Rajab yang berarti agung dan terhormat karena kaum
Jahiliyah dulu sangat mengagungkan dan menghormati bulan ini. Imam Ibnu
Rajab Al Hanbali dalam Lathoif Al Ma’arif menyebutkan dari
nukilan sebagian ulama ada 14 nama untuk bulan ketujuh ini dan sebagian
lagi menyebut hingga 17 nama. Al Hafizh Ibnu Hajar menukil penjelasan
dari Ibnu Dihyah bahwa bentuk jamak dari kata Rajab adalah Arjaab,
Rajabaanaat, Arjabah, Araajib dan Rajaabii, lalu beliau (Ibnu Dihyah)
menyatakan bahwa bulan ini memiliki 18 nama kemudian beliau merinci satu
demi satu nama tersebut (lihat Muqaddimah Tabyiin Al ‘Ajab)
Rajab Termasuk dari Bulan-Bulan Haram
Rajab merupakan salah satu diantara bulan
yang memiliki kemuliaan selain Ramadhan karena dia termasuk diantara
empat bulan yang haram. Kemuliaan dan keagungan ini telah diisyaratkan
dalam Firman Allah Azza wa Jalla,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ
اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا
الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi
Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(QS. At Taubah : 36)
Dalam sebuah hadits shohih yang
diriwayatkan oleh sahabat yang mulia Abu Bakrah Nufai’ bin Harits
radhiyallohu anhu dari Nabi shallallohu alaihi wasallam, beliau
menerangkan keempat bulan haram yang dimaksud dengan sabdanya:
« إِنَّ الزَّمَانَ
قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ
وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ …»
“Sesungguhnya zaman telah beredar sebagaimana yang ditentukan di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi,dalam setahun terdapat dua belas
bulan diantaranya empat bulan haram; tiga bulan diantaranya berurutan,
(keempat bulan haram itu adalah) Dzulqa’dah, Dzulhijjah Muharram dan
Rajab bulan Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhiroh) dan Sya’ban” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengapa dinamakan bulan-bulan haram ?
Para ulama berbeda pendapat mengapa keempat bulan tersebut dinamakan dengan bulan haram, ada dua pendapat yang terkenal :
Pendapat Pertama
: Dinamakan bulan haram dikarenakan besarnya kehormatan dan keagungan
bulan-bulan tersebut serta besarnya akibat dari dosa yang dilakukan
padanya. Abdullah bin Abbas radhiyallohu ‘anhuma berkata, “Allah
mengkhususkan empat bulan yang dijadikannya sebagai bulan-bulan haram,
kehormatannya sangat agung, dosa-dosa pada bulan tersebut lebih besar
(dari bulan-bulan lainnya) dan Dia menjadikan amal sholeh dan pahalanya
(di bulan tersebut) juga lebih besar” (lihat: Latho’if Al Ma’arif oleh Ibnu Rajab)
Salah
seorang mufassir dari kalangan tabi’in yang bernama Qatadah bin Diamah
As Sadusi ketika menjelaskan makna firman Allah di surat At Taubah ayat
36, “…maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…”, beliau berkata, “Amalan
sholeh di bulan-bulan haram lebih besar pahalanya sebagaimana perbuatan
menganiaya lebih besar dosanya di bulan-bulan haram walaupun secara
umum di bulan mana saja perbuatan menganiya adalah dosa besar” (lihat Tafsir Al Baghawi)
Pendapat Kedua
: Dinamakan bulan-bulan haram karena peperangan diharamkan pada
bulan-bulan tersebut dan hal ini sudah dikenal sejak zaman Jahiliyah
bahkan konon sejak zaman Nabi Ibrahim alaihis salam. Dalam Al Quran
Allah subhanahu wa ta’ala telah menegaskan haramnya berperang di
bulan-bulan haram, (artinya) :
“Mereka bertanya kepadamu tentang
berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu
adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir
kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya
dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat
fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh…(QS. Al Baqarah : 217).
Akan tetapi para ulama berbeda pendapat
apakah larangan berperang di bulan haram hukumnya tetap berlaku atau
sudah mansukh? Jumhur ulama berpendapat hukumnya telah mansukh karena
para sahabat sepeninggal Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam
banyak mengadakan penaklukan di berbagai negeri dan berjihad lalu tidak
dinukil bahwa mereka berhenti pada saat memasuki bulan haram, hal ini
menunjukkan bahwa mereka ijma’ larangan tersebut telah mansukh. Sebagian
ulama salaf diantaranya ‘Atho’ memandang hukumnya tetap berlaku dan
tidak mansukh, sebagian ulama lain merinci hukumnya dan mengatakan
larangan tersebut berlaku jika mengawali peperangan di bulan-bulan haram
adapun jika awalnya terjadi di luar bulan haram lalu berlanjut hingga
bulan-bulan haram maka hal tersebut tidak mengapa atau rincian lain
bahwa larangan tersebut jika jihad yang ofensif (menyerang) adapun jika
jihad dalam rangka mempertahankan diri maka boleh di bulan apa saja ,
wallohu a’lam (lihat : Tafsir al Qurthubi, Zaadul Masir, tafsir as Sa’di
dll)
Adakah Keistimewaan dan Amalan Khusus yang Dianjurkan di Bulan Rajab?
Para ulama kita menjelaskan bahwa keempat
bulan haram tersebut memiliki keistimewaan dan keutamaan jika
dibandingkan bulan-bulan lainnya kecuali bulan Ramadhan. Namun mereka
berbeda pendapat manakah diantara empat bulan haram tersebut yang lebih
afdhal; sebagian ulama Syafi’iyyah mengatakan yang paling afdhal bulan
Rajab akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh Imam Nawawi, Tabi’in yang
mulia Hasan al Bashri mengatakan bulan Muharram dan ini yang
ditarjihkan oleh imam Nawawi dan pendapat ketiga mengatakan bulan
Dzulhijjah, pendapat terakhir ini diriwayatkan dari Said bin Jubair dan
ini yang cenderung dipilih oleh Ibnu Rajab al Hanbali rahimahumullohu jami’an.
Kemudian telah kita sebutkan sebelumnya
beberapa perkataan ulama yang menjelaskan keutamaan beramal sholeh di
bulan-bulan haram, dengan demikian semua jenis ibadah dan amalan sholeh
yang disyariatkan sepanjang tahun dianjurkan untuk diperbanyak pada
bulan-bulan haram termasuk diantaranya bulan Rajab. Akan tetapi adakah
amalan sholeh yang khusus dianjurkan di bulan Rajab?
Amalan Khusus yang Banyak Dikerjakan di Bulan Rajab dan Hukumnya
Jika kita melihat realita ummat kita maka
kita dapati ada beberapa amalan yang dikerjakan oleh sebagian kaum
muslimin secara khusus di bulan ini. Sebagian dari amalan tersebut
memiliki dasar yang butuh penjelasan akan hakikatnya dan sebagian lagi
tidak memiliki dasar sama sekali. Berikut ini beberapa contoh amalan
yang banyak dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin di bulan Rajab
beserta penjelasan singkat tentang hukumnya :
- Umroh di bulan Rajab
Dalil yang digunakan untuk menganjurkan umroh adalah atsar dari Ibnu Umar radhiyallohu anhuma
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَمَرَ أَرْبَعًا إِحْدَاهُنَّ فِي رَجَبٍ
Dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah melaksanakan umrah sebanyak empat kali. Salah
satunya pada bulan Rajab. (HR. Tirmidzi dan dishohihkan oleh Albani).
Atas dasar itu maka Abdullah bin Umar
radhiyallohu anhuma mengutamakan umroh di bulan Rajab. Salim bin
Abdullah bin Umar mengatakan, “Adalah Abdullah bin Umar menyukai berumroh di bulan Rajab -yang merupakan bulan haram- dari bulan-bulan yang ada dalam setahun” (Atsar ini shohih diriwayatkan oleh Abu Muhammad Hasan Al Khallal dalam Fadhoil Syahr Rajab, no.9)
Namun pendapat ini telah dibantah oleh
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallohu anha; sebagaimana diceritakan oleh
tabi’in mulia Mujahid bin Jabr, beliau berkata, Aku dan Urwah bin Zubair
masuk ke mesjid Nabawi ternyata ada Abdullah bin Umar yang duduk
menghadap kamar Aisyah…kemudia aku bertanya kepada Ibnu Umar, “Berapa
kali Rasulullah shallallohu alaihi wasallam berumroh? Beliau menjawab,
“Empat kali, salah satunya di bulan Rajab” Mujahid berkata, “Kami tidak
suka membantah perkataan beliau, lalu kami mendengar suara siwak Aisyah
Ummul Mukminin dari kamar beliau maka Urwah bertanya, “Wahai Ibu,wahai
ummul mukminin, apa engkau tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Abu
Abdirrahman(Ibnu Umar)? Beliau bertanya, “Apa yang beliau (Ibnu Umar)
katakan?” Urwah menjawab, “Beliau (Ibnu Umar) berkata sesungguhnya
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah berumroh empat kali dan
salah satunya di bulan Rajab” Aisyah berkata, “Semoga Allah merahmati
Abu Abdirrahman, beliau shallallohu alaihi wasallam tidak pernah
berumrah kecuali dia menyaksikannya dan beliau tidak pernah umroh
sekalipun di bulan Rajab” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pernyataan Aisyah radhiyallohu anhu
ditarjihkan dan didukung oleh banyak ulama diantaranya Al Allamah Al
Muhaqqiq Ibnu Qayyim Al Jauziyah di kitab beliau Zaadul Ma’ad (2/116),
bahkan beliau menegaskan kekeliruan orang menyatakan hal itu,wallohu
a’lam
2. Menyembelih di bulan Rajab
Mikhnaf bin Sulaim radhiyallohu anhu
berkata, kami sedang berwukuf dengan Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam di padang Arafah lalu beliau mengatakan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ عَلَى
كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةً وَعَتِيرَةً أَتَدْرُونَ
مَا الْعَتِيرَةُ هَذِهِ الَّتِي يَقُولُ النَّاسُ الرَّجَبِيَّةُ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
atas setiap keluarga dalam setiap tahunnya berudhiyyah dan ‘atirah,
tahukah kalian apa yang dimaksud dengan ‘Atirah? Ini yang orang
menamakannya dengan Rajabiyyah” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud serta dihasankan oleh Albani)
‘Atirah atau Rajabiyyah adalah sembelihan
yang dikenal di zaman Jahiliyah dimana mereka melakukannya di sepuluh
hari pertama dari bulan Rajab dalam rangka taqarrub kepada Allah. Di
zaman Jahiliyyah mereka persembahkan sembelihan tersebut kepada
berhala-berhala mereka, kadang didahului dengan nadzar dan kadang tanpa
ada nadzar sebelumnya.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum
‘atirah dalam syariat Islam dan yang rojih insya Allah hukumnya telah
mansukh (tidak berlaku lagi) dan ini adalah pendapat mayoritas para
ulama sebagaimana yang dinukil oleh imam Nawawi dari al Qadhi ‘Iyadh
rahimahumalloh, karenanya imam Abu Daud setelah meriwayatkan hadits di
atas beliau menegaskan bahwa hadits ini mansukh hukumnya,wallohu a’lam
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa hal
ini telah mansukh, sabda Rasulullah shallallohu alaihi wasallam yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallohu anhu bahwa beliau bersabda,
لَا فَرَعَ وَلَا عَتِيرَةَ قَالَ
وَالْفَرَعُ أَوَّلُ نِتَاجٍ كَانَ يُنْتَجُ لَهُمْ كَانُوا يَذْبَحُونَهُ
لِطَوَاغِيَتِهِمْ وَالْعَتِيرَةُ فِي رَجَبٍ
“Tidak ada Fara’ dan Atirah. Fara’
adalah anak pertama seekor unta yang mereka sembelih untuk sesembahan
mereka, dan Atirah adalah hewan (kambing) yang mereka sembelih di bulan
Rajab.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Puasa sunnah
Tidak ada hadits shohih marfu’ yang
mengkhususkan puasa sunnah di bulan Rajab, karenanya sebagian dari ulama
Salaf diantaranya Ibnu Umar radhiyallohu anhuma, Hasan al Bashri dan
Abu Ishaq as Sabi’i rahimahumallohu memperbanyak puasa sunnah di
keseluruh bulan haram tanpa mengkhususkannya di bulan Rajab.
Beberapa sahabat Rasulullah shallallohu
alaihi wasallam diantaranya Aisyah, Umar bin Khaththab, Abu Bakrah, Ibnu
Abbas dan Ibnu Umar radhiyallohu anhum jami’an telah mengingkari orang
yang berpuasa penuh di bulan Rajab atau mengkhususkan puasa di bulan
Rajab.
Ibnu Sholah rahimahulloh berkata, “Tidak
ada hadits shohih yang melarang atau menganjurkan secara khusus
berpuasa di bulan Rajab maka hukumnya sama saja dengan bulan lainnya
yaitu anjuran berpuasa secara umum”
Imam Nawawi rahimahulloh berkata, “Tidak
ada larangan demikian pula anjuran secara khusus untuk berpuasa di
bulan Rajab akan tetapi secara umum hukum asal puasa adalah dianjurkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahulloh berkata tentang hadits-hadits keutamaan berpuasa dan sholat khusus di bulan Rajab, “Seluruhnya dusta menurut kesepakatan para ulama”
Asy Syaikh Utsaimin rahimahulloh berkata, “Tidak
ada keutamaan khusus yang dimiliki oleh bulan Rajab dibandingkan dengan
bulan-bulan haram lainnya, tidak dikhususkan umroh, puasa, shalat,
membaca al quran bahkan dia sama saja dengan bulan haram lainnya.
Seluruh hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan shalat atau puasa
padanya maka derajatnya lemah yang tidak boleh dibangun di atasnya hukum
syar’i
4. Sholat Raghaib
Sholat ini jumlah rakaatnya 12 dengan
enam kali salam, biasanya dikerjakan setelah shalat Maghrib di Jumat
pertama bulan Rajab. Bacaan dalam setiap rakaat setelah surat Al Fatihah
adalah surat Al Qadar sebanyak 3 kali dan surat Al Ikhlash sebanyak 12
rakaat. Setelah shalat biasanya mereka bershalawat sebanyak 70 kali
lalu mereka berdoa sesukanya. Sholat yang seperti ini tidak diragukan
lagi termasuk shalat yang bid’ah karena hadits yang menyebutkannya
termasuk hadits palsu sebagaimana yang diterangkan oleh imam Ibnul Jauzi
dalam Al Maudhu’aat.
Imam Nawawi berkata, “Para ulama
berhujjah dengan larangan mengkhususkan malam Jumat untuk shalat dan
puasa sebagai dalil tidak dibencinya shalat bid’ah yang dinamakan dengan
shalat raghaib, semoga Allah membinasakan orang yang membuatnya, karena
shalat tersebut bid’ah mungkar yang sesat dan tanda kejahilan, di
dalamnya terdapat kemungkaran yang jelas. Sekelompok dari para imam
telah menyusun tulisan yang berharga dalam menjelaskan keburukannya dan
sesatnya orang yang mengerjakan dan melakukan bid’ahnya. Dalil-dali
tentang keburukan, kebatilan dan kesesatan pelakunya sangatlah banyak
tidak terhingga” (Syarah shohih Muslim)
Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata, Adapun
ibadah sholat maka tidak ada dalil shohih yang mengkhususkannya,
hadits-hadits yang diriwayatkan tentang keutamaan sholat Raghaib di awal
Jumat bulan Rajab dusta dan batil serta tidak shohih. Sholat raghaib
termasuk bid’ah menurut mayoritas para ulama…Bid’ah ini pertama kalinya
muncul setelah tahun 400-an hijriyah oleh karena itu para ulama
terdahulu tidak mengetahuinya dan tidak membicarakannya” (Lathoif al Ma’arif)
Termasuk bid’ah dalam persoalan shalat di
bulan Rajab adalah sholat yang dikerjakan secara khusus di pertengahan
bulan Rajab. (lihat al Muadhu’aat oleh Ibnul Jauzi)
5. Peringatan Isra’ dan Mi’raj
Tidak ada hadits-hadits yang shahih yang
menentukan kapan sebenarnya terjadi malam Isra’ dan Mi’raj apakah dia di
bulan Rajab atau selainnya. Dan setiap hadits yang menentukan waktu
terjadinya malam tersebut adalah hadits lemah menurut para ulama hadits.
Dan dilupakannya manusia akan waktu terjadinya merupakan hikmah besar
yang dikehendaki oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan sekiranya ada dalil
shahih yang menentukan kapan terjadinya Isra’ Mi’raj maka tidak boleh
bagi kaum muslimin mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu dan
tidak boleh pula merayakannya karena Nabi shallallohu alaihi wasallam
dan para sahabatnya radhiyallohu anhum tidak pernah merayakannya dan
tidak pula mengkhususkan malam tersebut dengan sesuatu kegiatan.
Seandainya perayaan tersebut disyariatkan tentu Rasulullah shallallohu
alaihi wasallam telah menjelaskannya kepada ummatnya, baik dengan
perkataan ataupun dengan perbuatan dan seandainya hal itu pernah
dilakukan tentu para sahabat akan menukilkan kepada kita karena mereka
telah menukil dari Nabi mereka, segala sesuatu yang dibutuhkan oleh
ummat ini dan mereka tidak pernah lalai menyampaikan sesuatu yang
berhubungan dengan Ad Dien, bahkan mereka adalah orang-orang yang
bersegera kepada setiap kebaikan, maka seandainya memperingati malam
tersebut disyariatkan tentu mereka orang yang paling pertama
melakukannya.
Hudzaifah radhiyallohu anhu berkata : Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah maka jangan kamu beribadah dengannya”. Said bin Jubair rahimahulloh juga telah mengatakan : “ Apa yang tidak dikenal oleh ahli Badar bukanlah bagian dari Ad Dien
Nabi shallallohu alaihi wasallam juga
orang yang paling banyak bernasehat kepada manusia dan menyampaikan
seluruh risalah ini serta telah menunaikan amanah. Maka seandainya
mengagungkan dan merayakan malam tersebut merupakan bagian dari Ad Dien
tentu Nabi shallallohu alaihi wasallam telah menyampaikannya dan tidak
akan menyembunyikannya. Karenanya ketika hal itu tidak beliau sampaikan,
maka diketahuilah bahwa merayakan dan mengagungkannya bukanlah bagian
dari Islam sedikitpun, dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan bagi
ummat ini dien mereka serta mencukupkan nikmat-Nya atas mereka dan
Dia mengingkari siapa saja yang membuat syariat yang tidak
diizinkan-Nya, sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surah
Al Maidah:3
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam jadi agama bagimu”
Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah disebutkan di
atas maka dapat kita simpulkan bahwa bulan Rajab adalah salah satu
diantara bulan-bulan suci yang dihormati, seyogyanya bagi seorang muslim
yang mengagungkan Rabbnya memuliakan bulan ini dengan memperbanyak
amalan-amalan sholeh dan menghindarkan dirinya dari segala macam yang
dilarang dalam syariat berupa maksiat dan lainnya. Tidak ada dalil
shohih yang menganjurkan amalan khusus di bulan ini karena itu bagi yang
ingin meraih kemuliaan bulan ini, hendaknya mencukupnya dirinya dengan
amalan-amalan yang disyariatkan dan jangan melakukan hal-hal baru dalam
peribadatan yang menjerumuskan dirinya dalam bid’ah yang justru akan
menodai kehormatan bulan ini dan menjadikannya terjatuh dalam dosa
besar, Wallohu A’lam wahuwa Waliyyut Taufiq
by : markazassunnah
by : markazassunnah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar