Sering kita jumpai sebagian orang yang hendak mengerjakan shalat dhuha
masih bingung mengenai jumlah rakaatnya. Akhirnya mereka pun kurang
merasakan kenyamanan ketika mengerjakannya. Salah satu saudara kita
mengirimkan pertanyaan yang mudah-mudahan bisa menghilangkan kebingungan
yang menghinggapi banyak orang.
Pertanyaan:
Berapa rakaatkah shalat dhuha itu?
Dari: Pupu Yudha Permana
Jawaban:
Tidak ada perselisihan di antara ulama mengenai jumlah rakaat minimal
shalat dhuha, yakni dua rakaat berdasarkan hadis-hadis yang menyebutkan
keutamaan salat dhuha. Namun, mereka berbeda pendapat tentang berapakah
jumlah rakaat maksimal shalat dhuha. Dalam hal ini setidaknya ada tiga
pendapat:
Pertama, jumlah rakaat maksimal adalah delapan
rakaat. Pendapat ini dipilih oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Dalil yang digunakan madzhab ini adalah hadis Umi Hani’ radhiallaahu ‘anha, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya ketika fathu Mekah dan Beliau shalat delapan rakaat. (HR. Bukhari, no.1176 dan Muslim, no.719).
Kedua, rakaat maksimal adalah 12 rakaat. Ini
merupakan pendapat Madzhab Hanafi, salah satu riwayat dari Imam Ahmad,
dan pendapat lemah dalam Madzhab Syafi’i. Pendapat ini berdalil dengan
hadis Anas radhiallahu’anhu
من صلى الضحى ثنتي عشرة ركعة بنى الله له قصرا من ذهب في الجنة
“Barangsiapa yang shalat dhuha 12 rakaat, Allah buatkan baginya satu istana di surga.” Namun hadis ini termasuk hadis dhaif. Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Mundziri dalam Targhib wat Tarhib.
Tirmidzi mengatakan, “Hadis ini gharib (asing), tidak kami ketahui
kecuali dari jalur ini.” Hadis ini didhaifkan sejumlah ahli hadis,
diantaranya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani dalam At-Talkhis Al-Khabir (2: 20), dan Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykah (1: 293).
Ketiga, tidak ada batasan maksimal untuk shalat
dhuha. Pendapat ini yang dikuatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Hawi. Dalam
kumpulan fatwanya tersebut, Suyuthi mengatakan, “Tidak terdapat hadis
yang membatasi shalat dhuha dengan rakaat tertentu, sedangkan pendapat
sebagian ulama bahwasanya jumlah maksimal 12 rakaat adalah pendapat yang
tidak memiliki sandaran sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafidz
Abul Fadl Ibn Hajar dan yang lainnya.”. Beliau juga membawakan perkataan
Al-Hafidz Al-’Iraqi dalam Syarh Sunan Tirmidzi, “Saya tidak
mengetahui seorangpun sahabat maupun tabi’in yang membatasi shalat dhuha
dengan 12 rakaat. Demikian pula, saya tidak mengetahui seorangpun ulama
madzhab kami (syafi’iyah) – yang membatasi jumlah rakaat dhuha – yang
ada hanyalah pendapat yang disebutkan oleh Ar-Ruyani dan diikuti oleh
Ar-Rafi’i dan ulama yang menukil perkataannya.”
Setelah menyebutkan pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, As-Suyuthy
menyebutkan pendapat sebagian ulama malikiyah, yaitu Imam Al-Baaji
Al-Maliky dalam Syarh Al-Muwattha’ Imam Malik. Beliau
mengatakan, “Shalat dhuha bukanlah termasuk shalat yang rakaatnya
dibatasi dengan bilangan tertentu yang tidak boleh ditambahi atau
dikurangi, namun shalat dhuha termasuk shalat sunnah yang boleh
dikerjakan semampunya.” (Al-Hawi lil fataawa, 1:66).
Kesimpulan dan Tarjih
Jika dilihat dari dalil tentang shalat dhuha yang dilakukan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam jumlah rakaat maksimal yang pernah beliau lakukan adalah 12 rakaat. Hal ini ditegaskan oleh Al-’Iraqi dalam Syarh Sunan Tirmidzi dan Al-’Aini dalam Umdatul Qori Syarh Shahih Bukhari.
Al-Hafidz Al ‘Aini mengatakan, “Tidak adanya dalil –yang menyebutkan
jumlah rakaat shalat dhuha– lebih dari 12 rakaat, tidaklah menunjukkan
terlarangnya untuk menambahinya.” (Umdatul Qori, 11:423)
Setelah membawakan perselisihan tentang batasan maksimal shalat dhuha, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Pendapat yang benar adalah tidak ada batasan maksimal untuk jumlah rakaat shalat dhuha karena:
- Hadis Mu’adzah yang bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha, “Apakah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha?” Jawab Aisyah, “Ya, empat rakaat dan beliau tambahi seseuai kehendak Allah.” (HR. Muslim, no. 719). Misalnya ada orang shalat di waktu dhuha 40 rakaat maka semua ini bisa dikatakan termasuk shalat dhuha.
- Adapun pembatasan delapan rakaat sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang fathu Mekah dari Umi Hani’, maka dapat dibantah dengan dua alasan: pertama, sebagian besar ulama menganggap shalatnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika fathu Mekah bukan shalat dhuha namun shalat sunah karena telah menaklukkan negeri kafir. Dan disunnahkan bagi pemimpin perang, setelah berhasil menaklukkan negri kafir untuk shalat 8 rakaat sebagai bentuk syukur kepada Allah. Kedua, jumlah rakaat yang disebutkan dalam hadis tidaklah menunjukkan tidak disyariatkannya melakukan tambahan, karena kejadian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan rakaat adalah peristiwa kasuistik –kejadian yang sifatnya kebetulan– (As-Syarhul Mumthi’ ‘alaa Zadil Mustaqni’ 2:54).
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar