Kerjasama menepis segala kesulitan |
Menyoal tentang balas budi, banyak sekali kisah –
kisah perjalanan hidup seseorang yang berkaitan dengan balas budi, dan satu di
antara kisah – kisah itu adalah kisahku ini :
Aku teringat
sebuah peristiwa 16 tahun yang lampau, saat aku melakukan safar ke
sumatera, tepatnya di pulau sumatera bagian yang paling ujung bawah pulau
sumatera yakni lampung, dimana di sana kedua orang tuaku tinggal bersama adek –
adekku…
Qadar
Allah, dalam perjalanan aku berbarengan dengan sebuah keluarga kurang lebih
terdiri dari 5 orang, sepasang suami
istri dan ketiga anak – anaknya, ternyata keluarga ini terkena musibah
kecopetan yang mengakibatkan ludesnya ongkos yang mereka persiapkan untuk
perjalanan menuju kampung halamannya.
Alhamdulillah…
Aku bersama
kakakku masih punya sedikit persediaan uang, akhirnya kami bagi dua dengan
keluarga yang kena musibah itu, dan akhirnya
kami berpisah menuju kota tujuan masing – masing dengan kami tidak sempat
berkenalan lebih jauh lagi, dan kami melupakan semuanya itu…
Berselang
beberapa waktu kemudian, pada saat aku kembali ke jakarta, tidak di sangka
terjadi kemacetan
yang luar biasa pada saat itu, terjadi penumpukan ribuan penumpang di pelabuhan merak – Banten, Dinas Jasa marga mengerahkan bus – bus pariwisata
untuk mengangkut tumpukan penumpang itu, bisa di bayangkan bus – bus itu
menetapkan tariff yang tidak wajar (mahal), sehingga uang yang tersisa tidak
mencukupi untuk ongkos perjalanan yang
lumayan melelahkan itu.
Qadar
Allah, ada seorang laki – laki baik menolongku dengan membayarkan kekurangan
ongkos bus yang aku tumpangi menuju Jakarta.
Subhanallah…
Apakah
ini balas budi…, aku tidak tau, yang pasti semua itu sudah Allah takdirkan, di
dalam perjalanan kehidupanku…
Yang terpenting
yang harus kita fahami pada saat kita di berikan peluang untuk menolong sesama dalam
sebuah kesulitan hidup, jangan pernah mengharapkan balasan dari orang yang kita
tolong pada saat itu, karena boleh jadi pada saat kita di rundung duka nestapa,
di himpit kesulitan yang amat pelik, justru orang – orang yang tidak pernah
kita kenal yang menolong kita, seperti realita yang pernah aku alami.
Tapi…
Pada
saat kita menerima pertolongan orang lain, jangan lupa untuk berterima kasih
kepada mereka yang telah menolong kita, karena ini merupakan akhlaq yang sangat
terpuji.
Islam
mengajarkan kita untuk dapat berlaku baik terhadap manusia. Allâh Ta'ala
mencintai bahkan memerintahkan kebaikan dalam setiap perkara. Allâh Ta'ala
berfirman yang artinya
Sesungguhnya Allâh memerintahkan
perbuatan adil dan kebaikan (Qs
an-Nahl/14:90)
Maka
janganlah seseorang di antara kita enggan untuk menolong sesama dan jangan pula
mudah melupakan budi baik orang lain. Sungguh, seseorang yang melupakan budi
baik orang lain adalah seseorang yang tidak pandai berterima kasih. Padahal
berterima kasih kepada manusia atas kebaikan mereka adalah bagian dari makna
bersyukur kepada Allâh Ta'ala.
Sebagaimana
yang disabdakan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
Tidaklah seseorang bersyukur kepada
Allâh seseorang yang tidak berterima kasih kepada manusia (atas
kebaikan mereka). (Shahîh Sunan Abi Dâwud no. 4811)
Dalam hadits yang lain,
Barang siapa tidak berterimakasih
kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allâh… (Shahîh Sunan at-Tirmidzi no. 1954)
Allâh Ta'ala tidak menerima syukur seorang hamba kepada-Nya
atas nikmat yang telah dilimpahkan, tatkala dia tidak pandai berterima kasih
atas kebaikan manusia kepadanya. Yang demikian karena (kuatnya) hubungan kedua
hal tersebut satu dengan yang lain.
Makna lain dari hadits di atas adalah barangsiapa memiliki
kebiasaan tabiat mengingkari budi baik manusia dan tidak bersyukur (berterima
kasih) atas kebaikan mereka, maka niscaya dia memiliki tabiat kebiasaan
mengkufuri nikmat Allâh Ta'ala dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.
Ada pula makna lain yang terkandung dalam hadits di atas,
bahwa barang siapa tidak mensyukuri (kebaikan) manusia, maka dia layaknya orang
yang tidak mensyukuri Allâh Ta'ala. Semua makna ini terpetik melalui penyebutan
nama Allâh Ta'ala Yang mulia (dalam hadits di atas. (An-Nihâyah fi Gharîbil Hadîts hlm . 488)
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam sebagai suri tauladan yang mulia telah mencontohkan bagaimana
menyikapi orang yang telah menyodorkan satu kebaikan kepada beliau. Ummul
Mukminin ‘Aisyah radhiyallâhu'anha pernah berkata “Rasûlullâh Shallallâhu
'Alaihi Wasallam pernah menerima hadiah. Dan Beliau membalas hadiah itu dengan
kebaikan”
Barang siapa mendambakan untuk dijauhkan
dari (adzab) api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah (ketika)
kematiannya datang menjemput, ia (dalam keadaan) beriman kepada Allâh dan hari
Akhir. Dan hendaklah memperlakukan manusia dengan cara
yang ia sukai untuk diperlakukan dengannya. HR. Muslim no. 4753
yang ia sukai untuk diperlakukan dengannya. HR. Muslim no. 4753
Subhânallâh…
Ini adalah bagian dari tuntunan indah Dien al Islam dalam bermu'amalah dengan manusia.
Dalam
kesempatan lain, Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Aku menjamin sebuah rumah di bagian
tepi surga bagi seorang yang meninggalkan debat kusir sekalipun dirinya adalah
pihak yang benar. Aku menjamin sebuah rumah di bagian tengah surga bagi yang
meninggalkan dusta sekalipun dia tengah bercanda. Dan aku menjamin sebuah rumah
di bagian paling atas surga bagi seorang
yang mulia akhlaknya." (Shahîh Sunan Abu Dâwud no. 4800 dengan sanad hasan)
Pribadi yang pandai berterima kasih
terhadap sesama
adalah indikasi pribadi seorang hamba
yang pandai pula bersyukur pada Robb-Nya, dan ini adalah akhlaq Nabi, akhlaq
para sahabat, akhlaq orang – orang shalih, akhlaq insan – insan bertaqwa…
Berbalas budi…, Akhlaq Islami…
Berbalas budi.., Ciri muslim
sejati…
Barakallahufiekum…
Jakarta,
31 Mei 2012
Abie
Sabiella
Tidak ada komentar:
Posting Komentar