Ana mau tanya Ustadz Apakah berdosa pelaku isbal itu…! Ana
kekantor memakai celana panjang dibawah mata kaki..tapi ana tidak ada
maksud untuk berlaku sombong…! mohon penjelasan. Trimakasih
Syaiful
Email: syaiful_uxxx@plasa.com
Email: syaiful_uxxx@plasa.com
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menjawab:
Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang celananya di atas mata kaki (cingkrang).
Bahkan ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai ‘celana
kebanjiran’. Pembahasan kali ini –insya Allah- akan sedikit membahas
mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang pakaian ini merupakan
ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan.
Penampilan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis
Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan
untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا
أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : «
اِرْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا
هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ »
فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang
berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba
seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
“Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih
rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan
tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)
Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi
seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai
menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)
Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki
Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang
sengaja kami bagi menjadi dua bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti
dari pembagian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’ padaBab Satrul ‘Awrot.
Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih Muslim.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari
kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka
siksaan yang pedih.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,
خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka
mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan
sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 306).
Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki.
Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)
Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan
masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama
-sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas- yaitu menjulurkan
celana di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk
kasus pertama ini sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara
dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan disucikan serta
baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk dosa
besar.
Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa
sombong. Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits muqoyyad dari
Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan
ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri yang menjelaskan dua kasus
ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits yang
dimaksud sebagai berikut.
إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ –
أَوْ لاَ جُنَاحَ – فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ
أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ
بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
“Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah
mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika
pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan
apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan
melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095. Dikatakanshohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jami’ Ash Shogir, 921)
Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama dan kedua berbeda.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana
tanpa sombong maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu
Huroiroh pada kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus
pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di
bawah mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan) adalah yang
menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan
sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafi’i serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-.
Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari
hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus
berbeda. Jika hal ini dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika
dilakukan tidak dengan sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang
menunjukkan adanya ancaman neraka. Bahkan dalam hadits Abu Sa’id Al
Khudri dibedakan hukum di antara dua kasus ini. Perhatikan baik-baik
hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut berada di bawah mata
kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam
keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat
nanti). Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap mendapatkan hukuman.
Wallahu a’lam bish showab.
Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang
menyatakan makruh seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah
menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak
dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan
demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh
dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh
sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara
makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah
tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga
Allah memberi taufik kepada kita semua.
Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata Kaki
Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana
Abu Bakr dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut.
Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.”
Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena
kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga.
Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata
kaki, pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian
mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam ini :
Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah mata
kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan
disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan
sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih
daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari
kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi
kalian siksaan yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdan
sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu
apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan
menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah(rekomendasi)?!
Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti
ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau
hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah
yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Allah
kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan
ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal. 547-548).
Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah.” (QS. An Nisa’ [4] : 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.
Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah)
dengan terang.” (QS. An Nur [24] : 54)
Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin
yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah
tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiqradhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى
إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
”Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika
meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)
Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana
Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah
kisah yang menceritakan sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan
masalah celana di atas mata kaki, sampai-sampai di ujung kematian masih
memperingatkan hal ini.
Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban,
dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al Khaththab setelah dibunuh
seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya di saat
menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang pemuda. Setelah Umar
ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat
pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata,
رُدُّوا عَلَىَّ الْغُلاَمَ
“Panggil pemuda tadi!” Lalu Umar berkata,
ابْنَ أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ ،
“Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu
akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu.”
Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat
penting. Jika ada yang mengatakan ‘kok masalah celana saja
dipermasalahkan?’ Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya. Kita
menekankan masalah ini karena salaf (shahabat) juga menekankannya.
-Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah-
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu
memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan
amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Selesai disusun di Yogyakarta,
pada siang hari, hari ke-29 bulan Shofar tahun 1429 H
bertepatan dengan hari ‘ied umat Islam setiap pekannya (Jum’at), 7 Maret 2008
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar